Pengamat Sebut Pemaksaan Politik Dinasti Hancurkan Iklim Demokrasi Indonesia

photo author
- Selasa, 7 November 2023 | 16:51 WIB
Peneliti Senior BRIN Firman Noor (pks.id)
Peneliti Senior BRIN Firman Noor (pks.id)


JAKARTA, Klikaktual.com - Keputusan yang diambil Mahkamah Konsitusi yang menyetujui perubahan usia minimal capres dan cawapres dinilai mencederai demokrasi.

Selain itu keputusan itu juga dinilai melenggangkan politik dinasti.

Peneliti senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai krisis konstitusi yang terjadi saat ini akan membawa dampak serius pada kehidupan demokrasi ke depan.

Baca Juga: Targetkan Generasi Muda, Gerindra : Prabowo-Gibran Akan Menang Pilpres di Jakarta

Politik dinasti untuk melanggengkan orang dalam keluarga Presiden Joko Widodo potensial akan menghancurkan iklim demokrasi rasional di Indonesia.

Hal itu terkait dengan Mahkamah Konstitusi saat ini tengah disorot atas Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 lantaran dinilai sarat dengan nepotisme. Presiden Joko Widodo disebut punya andil dalam putusan tersebut.

Ditambah lagi salah satu hakim konstitusi, Anwar Usman, mempunyai hubungan kerabat dengan Jokowi. Sehingga muncul penilaian putusan itu untuk memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka sebagai kontestan di Pilpres 2024.

Baca Juga: PSSI Izinkan Bendera Palestina Dapat Berkibar Selama Piala Dunia U17

Firman Noor mengungkapkan dampak mengerikan dari kondisi saat ini ketika dibiarkan berlarut adalah hancurnya demokrasi rasional. “Ya hancurnya demokrasi rasional,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (7/11).

Menurutnya, demokrasi dibangun berlandaskan rasionalitas, bukan ikatan kekeluargaan atau keturunan. “Kalau seseorang secara rasional dari sisi pengalaman lebih banyak, kemampuan lebih baik lebih teruji tapi harus. Kalau dari anak kemarin sore simply (hanya karena) punya DNA yang sama dengan penguasa, itu demokrasi apa? Saya tidak mengerti itu,” terangnya.

Menurutnya, yang terjadi di Indonesia adalah politik dinasti. Para elite hanya bekerja atas dasar kepentingan mereka sendiri, tanpa mempertimbangkan pilihan masyarakat banyak, tanpa mempertimbangkan kehidupan politik di masa depan.

Baca Juga: France Football Bermitra dengan UEFA Selenggarakan Ballon d'Or Mulai 2024

“Yang terjadi saat ini adalah ada proses yang nir-partisipasi dalam penentuan pengkandidasian orang-orang yang berhak maju atau tidak. Penentunya di sini, sayangnya adalah ikatan keluarga. Porsi ikatan keluarga lebih besar, bukan pertimbangan lain-lain,” pungkasnya.

Sebelumnya, profesor Politik Islam Global asal Australia, Greg Barton mengatakan langkah Jokowi melakukan segala cara untuk meloloskan anaknya sebagai Cawapres sebagai tindakan yang terburu-buru.

Baca Juga: PSSI Tawarkan Palestina Tanding di Indonesia Selama Kualifikasi Piala Dunia 2026

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ida Ayu Komang

Tags

Rekomendasi

Terkini

X