2. Ekowisata itu murah
Kita mungkin berpikir, karena traveling ke alam, artinya tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk menginap di hotel dengan fasilitas bagus atau untuk makan di resto. Jadi, sudah pasti biayanya akan lebih murah daripada jalan-jalan ke kota.
Rupanya anggapan ini tak benar. Ekowisata justru cenderung memakan banyak biaya. Diyah mencontohkan, kalau suatu tempat wisata dibuka secara besar-besaran, tiket masuknya akan lebih murah.
Baca Juga: Watu Bale, Wisata Pantai Berbukit di Pesisir Kebumen
Sedangkan pada destinasi ekowisata yang jumlah pengunjungnya dibatasi, biayanya akan lebih tinggi. “Pembatasan pengunjung penting dilakukan agar alam tidak rusak. Dampaknya, pemasukan pengelolanya juga terpengaruh. Dana ini bukan hanya untuk pengelola, melainkan disebar untuk berbagai aspek. Sebagian besar untuk pemeliharaan tempat, sebagian juga untuk kas pemberdayaan masyarakat," papar Diyah Deviyanti.
Pertanyaannya, kalau alamnya dibiarkan alami dan tempat itu tak punya fasilitas yang perlu dirawat, mengapa perlu banyak dana untuk pemeliharaan?
Diyah Deviyanti menjelaskan, justru karena tempat itu merupakan tempat alami, banyak orang bisa asal saja mengambil sesuatu dari hutan.
Baca Juga: Armada Rilis Album Kita Bersaudara, Terinspirasi Sumpah Pemuda
Misalnya, mengambil kayu. Agar hal seperti itu tidak terjadi, perlu ada penjaga hutan atau ranger. Ada pula yang bertugas untuk membersihkan jalur jalan, misalnya ketika ada pohon yang tumbang karena angin. Mereka akan memotong batang pohon, sehingga jalanan bisa dilewati oleh warga.
Diyah Deviyanti menjamin, meski terbilang cukup mahal, pengalaman pergi ke area berkonsep ekowisata pasti akan sepadan dengan biayanya.
3. Kegiatan di lokasi ekowisata tak beda dari tempat wisata umum
Kalau sama-sama ke hutan, meski yang satu menerapkan konsep ekowisata dan satunya lagi tidak, artinya kegiatan yang bisa dilakukan akan sama saja. Tidak demikian, kok. Di lokasi wisata berkonsep ekowisata, Anda juga bisa melakukan banyak kegiatan yang menyenangkan.
Baca Juga: Begini Awal Mula dan Sejarah Hari Dokter Nasional 24 Oktober
Diyah Deviyanti bercerita, ketika pergi ke Tangkahan, ia menemukan hutan yang masih sangat alami. Tidak dibuat apa-apa di dalamnya. Ada jalan setapak tanah yang kecil, tanpa dilapisi bebatuan. Di tengah hutan ia bertemu babi dan monyet. Di ujung hutan terdapat sebuah sungai.
“Kami kembali lagi ke perkampungan dengan duduk di ban, bukan speedboat. Jadi, tidak ada kegiatan yang merusak alam," ungkap Diyah Deviyanti.
Artikel Terkait
Cegah Bandara Sepi, Ganjar Minta Purbalingga Genjot Sektor Wisata
Bupati Indramayu Berharap Situs Sambimaya Jadi Objek Wisata Budaya
Dubes Austria Ajak Anak Wisata ke Candi Borobudur
Bukit Cinta Anti Galau di Cirebon, Wisata Alam Sekaligus Spot Foto Ciamik, Suguhkan Keindahan Danau Setu Patok