Jantung Koroner Dominan pada Masyarakat Kota di Indonesia, Pola Makan Salah Satu Sebabnya

photo author
- Rabu, 29 September 2021 | 12:36 WIB
Ilustrasi jantung.  (Raman Oza dari Pixabay )
Ilustrasi jantung. (Raman Oza dari Pixabay )

JAKARTA, Klikaktual.com- Penyakit kardiovaskular seperti jantung, kanker, stroke, gagal ginjal tiap tahun terus meningkat. Bahkan ini menempati peringkat tertinggi penyebab kematian di Indonesia, terutama pada usia-usia produktif.

Data Riskesdas menunjukkan prevalensi penyakit Kardiovaskular seperti hipertensi meningkat dari 25,8% (2013) menjadi 34,1% (2018), stroke 12,1 per mil (2013) menjadi 10,9 per mil (2018), penyakit jantung koroner tetap 1,5% (2013-2018), penyakit gagal ginjal kronis, dari 0,2% (2013) menjadi 0,38% (2018).

Data Riskesdas 2018 juga melaporkan bahwa prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia mencapai 1,5%, dengan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, DIY 2%, Gorontalo 2%.

Baca Juga: Jimin Khosikin, Pemodifikasi Motor Disabilitas Tuai Apresiasi

Selain ketiga provinsi tersebut, terdapat pula 8 provinsi lainnya dengan prevalensi yang lebih tinggi jika dibanding dengan prevalensi nasional. Delapan provinsi tersebut adalah, Aceh (1,6%), Sumatera Barat (1,6%), DKI Jakarta (1,9%), Jawa Barat (1,6%), Jawa Tengah (1,6%), Kalimantan Timur (1,9%), Sulawesi Utara (1,8%) dan Sulawesi Tengah (1,9%).

“Jika dilihat dari tempat tinggal, penduduk perkotaan lebih banyak menderita Penyakit Jantung dengan prevalensi 1,6% dibandingkan penduduk perdesaan yang hanya 1,3%,” kata Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu, dikutip dari laman resmi Kemenkes, Rabu (29/9/2021).

Isman Firdaus, anggota PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) mengungkapkan tingginya prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia disebabkan oleh tiga hal. Yakni perubahan gaya hidup yang tidak sehat, merokok, dan pola makan yang tidak seimbang.

Baca Juga: Soal Wacana Provinsi Cirebon, Bupati Majalengka: Gak Ngurus, Lagi Konsentrasi Layani Rakyat

“Gaya hidup, merokok, dan pola makan merupakan kontributor utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK), dilaporkan 50% penderita PJK berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau sudden cardiac death,” terangnya.

Di masa pandemi sekarang ini, orang dengan komorbid terutama penyakit kardiovaskular memiliki risiko yang sangat tinggi apabila terpapar Covid-19 karena dikhawatirkan dapat menyebabkan perburukan bahkan kematian.

Hal ini terlihat dari data di RS, yang menunjukkan bahwa tingkat perawatan di RS dan angka kematian pasien Covid-19 dengan komorbid juga meningkat selama pandemi.

Baca Juga: Bersurat ke Jokowi, Kapolri Siap Tampung 56 Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK

“Laporan RS dimasa pandemi menunjukkan bahwa 16,3% pasien yang dirawat dari ruang isolasi Covid-19 ternyata mempunyai komorbid. Namun pada situasi Covid-19, angka kematian meningkat 22-23%. Ini salah satunya terjadi karena paparan Covid-19 yang menyebabkan perburukan dari jantung kita,” ujarnya.

Isman mendorong agar upaya promotif preventif terus dilakukan masyarakat untuk menghindari timbulnya masalah kesehatan penyakit kardiovaskular terutama penyakit jantung koroner. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Reynaldi Agustian

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X