Baca Juga: 5 Tempat Wisata Hits dan Populer di Bogor, Asyik Untuk Libur Lebaran
Perempuan hamil dan menyusui yang tidak berpuasa karena mengkhawatirkan janinnya; mengkhawatirkan gugurnya janin atau khawatir jika puasa maka air susunya berkurang sehingga membahayakan bayi, maka keduanya diwajibkan mengqadha’ dan membayar fidyah dalam mazhab Syafi’i.
Sedangkan dalam mazhab Hanafi, keduanya tidak diwajibkan fidyah. Adapun jika keduanya mengkhawatirkan kondisi dirinya, bukan kondisi janin atau bayinya, maka hanya diwajibkan qadha’.
Orang yang tidak kuat puasa disebabkan usianya yang telah renta atau sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh, maka wajib baginya fidyah. Fidyah adalah ukuran satu mud (kurang lebih 7 ons beras), yakni satu cakupan dua telapak tangan ukuran sedang dari makanan pokok daerah setempat.
Baca Juga: Gratis! Ini 12 Link Twibbon Idul Fitri Terbaru, Mudah Digunakan!
Dalam mazhab Hanafi, orang yang tua renta yang tidak mampu berpuasa dibolehkan dikeluarkan fidyahnya berupa nominal uang senilai makanan siang dan makanan malam yang mengenyangkan untuk setiap hari yang ditinggalkan puasanya.
Dalam mazhab Hanafi pula, sah jika fidyah itu dibayarkan di awal bulan untuk satu bulan ke depan, atau diakhirkan pembayarannya di akhir bulan untuk satu bulan yang telah lewat. Hadirin, hal seperti itu yang dilakukan oleh banyak kalangan pada masa sekarang adalah sesuai dengan pendapat ini.
Perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah keluasan dan kelonggaran bagi umat Islam. Hadirin rahimakumullah Puasa memiliki dua rukun. Pertama, niat. Tempatnya adalah hati. Karenanya tidak disyaratkan untuk diucapkan dengan lisan.
Niat diwajibkan pada setiap hari bulan Ramadhan karena setiap hari adalah ibadah tersendiri seperti halnya dua shalat yang dipisah dan disela dengan salam. Dalam puasa wajib, disyaratkan tabyit dan ta’yin dalam niat. Tabyit adalah menjatuhkan niat di malam hari, yaitu waktu antara maghrib dan dan terbitnya fajar.
Sedangkan ta’yin adalah menentukan apakah puasa yang dilakukan adalah puasa Ramadhan, nazar atau kafarah misalkan.
Barangsiapa yang tidak berniat puasa Ramadhan di malam hari sampai masuk waktu shalat shubuh, maka ia tidak boleh makan, minum dan melakukan seluruh hal yang membatalkan puasa sampai tiba waktu maghrib, dan wajib baginya mengqadha’nya. Hal ini dalam mazhab Syafi’i.
Baca Juga: Resep Nastar yang Enak, dan Bikin Ketagihan, Cocok untuk Lebaran Idul Fitri 2023
Sedangkan dalam mazhab Hanafi, bagi orang yang belum niat puasa Ramadhan di malam hari, sah baginya berniat setelah terbitnya fajar dan sebelum pertengahan hari selama ia belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan dan minum. Sementara dalam mazhab Maliki, niat puasa Ramadhan cukup dilakukan di malam pertama Ramadhan untuk satu bulan seluruhnya.
Kedua, menahan diri dari seluruh perkara yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Di antara hal yang membatalkan puasa adalah setiap benda yang masuk ke rongga badan melalui lubang yang terbuka. Lubang-lubang di badan yang dikategorikan terbuka adalah hidung, mulut, qubul, dubur dan telinga.