politik

Wacana Amandemen UUD 1945, PKS: Jangan Dipaksakan, Fokus saat Ini Tangani Pandemi

Jumat, 20 Agustus 2021 | 11:07 WIB
Bukhori Yusuf, Anggota DPR dari PKS/Foto: Dok Fraksi PKS

JAKARTA, Klikaktual.com- Wacana perubahan kelima atau amandemen UUD 1945 menjadi isu panas di tengah publik belakangan ini. PKS pun mempertanyakan urgensi amandemen yang digulirkan di tengah situasi pandemi saat ini. 

Anggota DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf menganggap belum ada urgensi untuk mengamandemen konstitusi untuk menghidupkan kembali GBHN, atau sekarang diistilahkan dengan sebutan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Anggota DPR yang pernah duduk sebagai anggota Lembaga Pengkajian MPR (Lemkaji MPR) ini memandang fungsi GBHN sebagai pedoman dalam tata laksana pembangunan nasional sebenarnya sudah terkompensasi dengan adanya Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang terakomodir dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Baca Juga: Kota Bogor Punya 19.238 Ibu Hamil yang Harus Divaksin, Yuk Cek Target Vaksinasi Agustus Ini

“Untuk saat ini, kami belum melihat adanya kondisi mendesak untuk menetapkan PPHN melalui TAP MPR. Lagipula, kedudukan GBHN saat ini sudah digantikan dengan adanya UU SPPN. Pun jika dipandang sudah usang, menurut hemat saya, cukup direvisi peraturan perundang-undangannya agar disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi aktual mengingat undang-undang ini sudah berusia hampir 2 dekade," tegas Bukhori Yusuf, dikutip dari laman resmi DPP PKS, Jumat (20/8/2021).

Ia mengungkapkan, memaksakan agenda amandemen UUD 1945 dalam situasi pandemi akan menghalang partisipasi publik lantaran terbatasnya akses dan mobilitas publik dalam mengawal agenda krusial tersebut. Di sisi lain, dirinya juga khawatir perubahan kelima UUD 1945 ini berpotensi jadi bola liar dan melebar ke pembahasan lain yang tidak sejalan dengan kepentingan rakyat dan cita-cita reformasi.

“Sulit dipungkiri, publik menangkap rencana amandemen ini sebagai sinyal bahaya bagi demokrasi di tengah simpang siur soal wacana penambahan masa jabatan Presiden. Pasalnya, wacana ini seolah dipaksakan karena digulirkan di tengah situasi yang tidak tepat, sehingga wajar bila publik menaruh syakwasangka,” lanjut Bukhori Yusuf.

Baca Juga: WHO Soroti Tingginya Mobilitas Warga di Tiga Daerah di Indonesia

Dengan demikian, sambungnya, apabila agenda ini tetap dipaksakan, dikhawatirkan akan muncul persepsi di tengah publik bahwa agenda amandemen ini menyimpan maksud terselubung yang menjadi hajat milik segelintir elit dimana tujuannya jauh dari kemaslahatan publik.

“Dan saya bisa menjamin, mayoritas masyarakat tidak akan menyetujui ihwal rencana amandemen ini lantaran tidak sejalan dengan prioritas mereka di masa pandemi,” tegasnya

Anggota Komisi Sosial DPR ini mengingatkan supaya pemerintah dan segenap anggota MPR, yang terdiri dari anggota DPR dan DPD, bisa mengesampingkan hajat politik mereka, dengan beralih pada upaya memaksimalkan aksi sosial dalam membantu kesulitan rakyat yang didera pandemi.

Baca Juga: Varian Delta Terdeteksi Tinggi di 10 Provinsi Ini

Lebih lanjut Bukhori menyatakan agenda amandemen UUD 1945 bukanlah solusi atas maraknya praktik ekonomi liberal yang ugal-ugalan sebagaimana terjadi saat ini, melainkan komitmen para pemimpin untuk mengemban kepercayaan rakyat dengan amanah serta konsisten menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945 secara bertanggung jawab.

“Para pemimpin maupun pemangku kekuasaan harus siap menjalankan gaya hidup yang sederhana alias tidak bermewah-mewahan, sedia mendengar dan menjawab keluh kesah rakyat dengan kebijakan yang memihak, serta tidak menggadaikan kepercayaan rakyat dengan menjadi kaki tangan para cukong dan oligarki demi memuluskan agenda mereka mengeksploitasi negeri ini dari berbagai sisi,” pungkas Bukhori Yusuf. ***

Tags

Terkini