Sejak Kamis, 3 Juli 2025 sampai Minggu, 6 Juli 2025, kondisi pasien sudah stabil dan pindah ke ruang rawat biasa.
Kemudian, di hari Senin, 7 Juli 2025, pasien juga sudah mendapatkan visit dokter dan kondisi sudah dianggap membaik, lalu diperbolehkan pulang pada hari Selasa, 8 Juli 2025.
Kebetulan, yang menunggu pasien adalah orang tua laki-laki, kemudian pasien diberikan informasi terkait pembiayaan.
Namun, tiap kali komunikasi, orang tua pasien selalu menginformasikan agar menunggu ibu pasien. Sebab, keduanya sudah berpisah cukup lama.
"Di hari Selasa, 8 Juli 2025, kembali disampaikan hal yang sama. Orang tua pasien, kembali merespons agar menunggu ibu kandung pasien," tuturnya.
Lalu, karena keluarga mengajukan permohonan berhenti dan rumah sakit tidak keberatan, dinyatakan pasien sudah berhenti di ruang rawat inap.
Senin sampai dengan Rabu, pasien tetap diberikan hak perawatan. Termasuk makan dan minum.
Setelah hari Rabu sore sampai Kamis, 10 Juli 2025, karena sudah tidak menjadi pasien, pelayanan makan dan minum diberhentikan.
Hal tersebut juga atas persetujuan keluarga. Bahwa mereka akan membeli sendiri.
Di hari Kamis juga, dilakukan penyelesaian administrasi di mana pasien melakukan pembayaran sebagian dari jumlah total tagihan.
"Rumah sakit telah memberikan pelayanan sesuai kebutuhan medisnya, tanpa mempersoalkan pembiayaan," ungkapnya.
Pihak RSD Gunung Jati juga, tidak menggunakan metode penahanan. Tetapi lewat komunikasi, bahkan sejak hari Senin.
dr Katibi menegaskan, tidak ada istilah penelantaran dan pembiaran terhadap kebutuhan pasien dimaksud.*