Herawati juga mendirikan dan memimpin koran berbahasa Inggris pertama di Indonesia, The Indonesian Observer.
Koran tersebut pertama kali diterbitkan dan dibagikan dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, Jawa Barat pada 1955.
Eksistensi The Indonesian Observer bertahan hingga 2001, sementara Harian Merdeka berganti tangan pada akhir 1999.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Aquarius 3 April 2022 : Mengambil Keputusan dengan Emosi Itu Tidak Baik
Profesi wartawan mengantarnya pada kesempatan menghadiri All-India Women's Congress pada 1948 sebagai delegasi dan bertemu pimpinan besar India, Mahatma Gandhi.
Namun, kiprahnya sebagai sosok pejuang wanita bukan hanya di dunia jurnalistik saja.
Herawati memimpin upaya mendeklarasikan Kompleks Candi Borobudur sebagai situs warisan dunia UNESCO.
Ia juga menjadi seorang advokat yang senantiasa menyuarakan hak-hak wanita dan tercatat sebagai salah satu komisioner pertama Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Menjelang pemilihan umum (pemilu) 1999, Herawati bersama Debra Yatim mendirikan Gerakan Perempuan Sadar Pemilu (GPSP) yang kini berubah nama menjadi Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan.
Semangat Herawati di usia senja pun tak meredup dengan ikut mendirikan Hasta Dasa Guna, sebuah perkumpulan wanita berusia di atas 80 tahun.
Herawati meninggal dunia pada usia 99 tahun, atau tepatnya pada 30 September 2016 di Rumah Sakit Medistra Jakarta.
Ia kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, berdampingan dengan makam suami, BM Diah.***