Pendapat tersebut disimpulkan di dalam kaidah fikih, yang mana diperbolehkan melakukan bahaya yang lebih ringan mudharatnya untuk menghindarkan kerusakan yang lebih berat.
Artinya, perbuatan zina merupakan salah satu dosa besar yang sanksinya berupa rajam atau dera seratus kali. Maka untuk menghindari perbuatan zina itu, seseorang dibolehkan untuk melakukan masturbasi.
Kemudian ulama madzhab hanafi mengharamkan melakukan masturbasi jika dilakukan semata-mata untuk memperoleh kenikmatan seksual semata.
Baca Juga: Update Episode 52 Serial India Gangaa di ANTV : Selamatkan Gangaa, Sagar Dikeroyok Preman
Namun dalam hal itu, hukumnya bisa saja berubah menjadi mubah apabila gejolak nafsunya begitu tinggi, sementara ia belum mampu untuk kawin dan tidak memiliki hamba sahaya. Masturbasi yang dilakukannnya bertujuan untuk menenangkan gejolak syahwatnya.
Sebagian ulama Mazhab Hambali juga berpendapat sama dengan sebagian ulama Mazhab Hanafi.
Yaitu bahwa pada dasarnya hukum bagi istimna adalah haram. Namun, apabila tidak melakukan istimna akan mengakibatkan zina, maka hukum melakukan istimna’ itu boleh (mubah).
Menurut dua pendapat terakhir di atas, melakukan masturbasi dibolehkan dalam masalah yang sangat mendesak, dengan syarat harus dibatasi sesuai dengan kebutuhan (tidak melebihi kebutuhan).***