Kemudian yang kedua adalah kontekstual, yang mana STAIMA sebuah lembaga perguruan tinggi yang berbasis pesantren itu harus bisa bersifat kontekstual artinya bisa menjembatani tentang kepentingan yang sifatnya urgen bagi dunia pendidikan.
Menurutnya ujinitas dalam dunia kontekstual dalam tradisinya adalah muhafadhotu 'ala qodimis sholih wal akhdzu bil jaza wal ashlah, sederhananya adalah perguruan tinggi STAIMA walaupun lahir di pesantren, namun bukan berarti anti dengan modernitas.
Namun secara konsep metodologis konsep ruhiyahnya adalah salafi, tetapi yang disebut dengan kontekstual itu adalah bisa berkontribusi dengan kontruk manhajiyah.
Baca Juga: Link Nonton Unlock My Boss Episode 6 Park In Seong Dijebak oleh Pembunuh Kim Seon Ju
Selanjutnya yang ketiga adalah inovasi, menurutnya bahwa lulusan mahasiswa STAIMA itu juga ikut berinovasi, sehingga dalam hal itu artinya tidak menghilangkan nilai struktur formal itu sendiri atau subtansinya itu sendiri.
Tetapi tentang formalisasinya itu bisa berbeda, makanya meskipun perguruan tinggi ini berbasis islam agama, tetapi pihaknya tetap mengajarkan bagaimana menanamkan jiwa interfertasif tentang bagaimana pelatihan, penelitian sesuai dengan konsep di dalam perguruan tinggi itu sendiri.
"Saya kira itu tiga cord yang di bangun di perguruan tinggi STAIMA yang berbasis pesantren, " ungkapnya.***