Menurut Anis Matta, orang yang kemarin bertentangan dengan kita, mungkin suatu waktu akan menjadi kawan, bukan musuh lagi. “Dari cara seperti ini, kita belajar. Dan mereka yang terus belajar akan menjadi bangsa pembelajar dan lebih gampang membuat kita bersatu, bukan gampang merusak,” tegas Anis Matta.
|BACA JUGA: Musim Pandemi, Arus Peti Kemas di Pelndo 1 Meningkat
Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik menambahkan, sebenarnya yang harus disatukan bukan relawan JASMEV dan RGP saja, tapi juga para pimpinan ‘Cebong’ dan ‘Kampret’, karena residu pembelahan politiknya masih ada dan mulai menunjukkan ekskalasi peningkatan jelang Pemilu 2024.
“Kandidatnya sudah bersatu, relawannya juga sudah, cuman yang dibawah tidak serta merta ikut, masih ada Cebong dan Kampret. Kita ingin satukan, cuman kita tidak tahu siapa pimpinan Cebong dan Kampret-nya,” kata Mahfuz.
Dyah Kartika Rini, penggerak JASMEV mengatakan, kondisi pembelahan politik saat ini menjadi warning bagi partai politik. Sebab, kelompok-kelompok di masyarakat saat ini telah menciptakan kekuatan politik tersendiri sebagai elemen oposisi non partai. Mereka bisa memaksakan ide-idenya untuk didengar para pengambil keputusan di negeri ini.
|BACA JUGA: Pelatih Persib Ingatkan Disiplin Prokes di Piala Walikota Solo
“Ini harus menjadi pemikiran bersama tentang persoalan ini,. Ini menjadi warning, ya lampu kuning bagi partai politik,” kata Dyah Kartika Rini.
Ketua Bidang Komunikasi Partai Gelora Indonesia yang juga penggerak RGP, Ari Saptono mengakui, ada pergeseran peran partai politik yang bisa dilihat dari mulai maraknya calon independen dalam Pilkada Serentak 2020 lalu.
“Lebih dari 50 persen calon independen dalam Pilkada menang. Masyarakat sudah apatis dan jenuh dengan partai politik, lalu memilih calon alternatif yang relatif masih murni,” kata Ari Saptono.