Pemerintahan Baru Taliban, Mantan Kepala BAIS: Kita Tunggu dan Lihat Kondisi Dulu

photo author
- Kamis, 2 September 2021 | 20:13 WIB
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksda TNI (Purn) Soleman B.Ponto dalam Gelora Talks
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksda TNI (Purn) Soleman B.Ponto dalam Gelora Talks

 

JAKARTA- Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksda TNI (Purn) Soleman B.Ponto, mengingatkan Indonesia harus berhati-hati sebelum mengambil langkah menyangkut Afghanistan pasca dibentuknya pemerintahan baru di bawah kendali Taliban.

"Jangan sampai persahabatan Indonesia dengan negara tetangga rusak karena dianggap berlebihan dalam mengambil sikap. Indonesia harus melihat dulu apa keuntungan dan kepentingan bersama yang bisa diperoleh," kata Soleman B Pontoh saat menjadi narasumber diskusi yang digelar Partai Gelora bertajuk 'Tantangan Taliban, Mampukah Membentuk Pemerintahan yang Efektif? di Jakarta, Rabu (1/9/2021) petang.

Sebab banyak negara yang memiliki kepentingan terkait Afghanistan, dari India, Pakistan, Tajikistan, Turki, Iran, Arab Saudi, hingga China, AS dan Eropa.

"Kalau mau hubungan, harus lihat apa kepentingan kita di sana, apa keuntungan di sana. Jangan sampai kita masuk, malah merusak hubungan kita dengan yang ada di sana," kata Soleman B Ponto.

Dampak lain, yakni munculnya kelompok di Indonesia yang berusaha mengambil manfaat dengan 'iseng-iseng berhadiah' mengkampanyekan AS kekalahan di Afghanistan di tanah air. 

"Jadi kita sebaiknya menunggu dan melihat kondisi dulu. Sehingga jangan sampai ada yang salah pengertian, para sahabat kita justru marah hanya karena kita terlalu cepat ambil sikap soal Afghanistan," tandasnya.

Namun, menurut Wawan H Purwanto, Deputi-VII Bidang Komunikasi dan Informasi yang juga juru bicara BIN, mengatakan, Indonesia berkepentingan Afghanistan yang damai, sehingga terjalin hubungan dan stabilitas.

Taliban saat ini, menurut Wawan, membutuhkan pengakuan internasional untuk mewujudkan janji-janjinya seperti tercantum dalam perjanjian Doha, Qatar dengan AS beberapa waktu lalu.

Dengan mendapatkan kepercayaan dunia internasional, maka Taliban bisa memulai penataan Afghanistan. Tanpa hal itu, Taliban tinggal menunggu waktu akan jatuh, dan Afghanistan terlibat perang saudara. 

"Beri kesempatan Taliban untuk bisa menunjukkan upaya-upayanya , meskipun dia tidak sepenuhnya bisa  menguasai milisi-milisi yang ada. Dalam masa transisi, tidak mudah mengatasi kerusakan dalam waktu sekejap. Tapi day per day, minggu per minggu, kita tetap coba bantu dengan upaya diplomasi. Mudah-mudahan dengan kerjasama internasional, stabilitas akan tercipta di Afghanistan," kata Wawan H Purwanto.

Sementara itu Pengamat Terorisme Haris Abu Ulya  dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Haris Abu Ulya, menganalisis bahwa ideologi Taliban tak se-ekstrem Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Ia juga menyebut visi Taliban sebagai Sunni tak berorientasi membangun kekhilafahan seperti ISIS, melainkan hanya membangun pemerintahan  Imarah yang berbasis di Afghanistan saja.

"Sampai detik ini Taliban tidak pernah men-declair akan mendirikan negara khilafah, mereka hanya menyebut pemerintahan yang Imarah,  semacam beberapa menteri utama. Taliban hari tampil ini berbeda, cara berpikirnya berbeda," kata kata Haris Abu Ulya.

"Ini tentu saja membuka celah untuk mulai membangun kepercayaan, tapi itu semua masih menunggu,  wait and see. Apakah ini  jadi negara dan bisa bergaul, serta tidak menjadi home base bagi kelompok-kelompok yang bisa membuat persoalan di negara lain," imbuhnya. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ibnu Sumantri

Tags

Rekomendasi

Terkini

Sumbar Banjir Parah, Kerugian Tembus Rp. 6,53 Miliar

Jumat, 28 November 2025 | 21:55 WIB
X