Warga Protes Kepala Desa Masuk Daftar Penerima BST, Mensos Beri Penjelasan Begini

photo author
- Kamis, 2 September 2021 | 12:58 WIB
Mensos  Tri Rismaharini (@tri_risma_mensos)
Mensos Tri Rismaharini (@tri_risma_mensos)

BANSOS di tengah pandemi saat ini seringkali tidak tepat sasaran. Bahkan aparat pemerintah pun turut masuk dalam daftar penerima bansos. Dalam beberapa kasus, warga sampai menggelar demo memprotes pihak-pihak yang dinilai mampu secara ekonomi, tapi ternyata masih mendapatkan bansos.

Seperti kasus terbaru yang terjadi di Desa Ambang Dua, Kecamatan Bolaang Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Warga di sana menggelar demonstrasi di kantor desa dan melayangkan protes lantaran nama kepala desa ternyata masuk sebagai salah satu penerima Bantuan Sosial Tunai (BST) dari pemerintah. 

Jajaran Kementerian Sosial (Kemensos) telah mengecek informasi tersebut dan memastikan nama Kepala Desa Ambang Dua Sangadi memang tercantum sebagai penerima BST. Kemensos akhirnya mengeluarkan nama yang bersangkutan dari daftar nama penerima.

Baca Juga: Turun Lagi! Harga Tes Antigen Jadi Rp99 Ribu

Dari kejadian itu, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini kemudian memberikan penjelasan. Risma menekankan bahwa peran pemerintah daerah (pemda) menjadi kunci dari penyaluran bantuan sosial (bansos) tepat sasaran. 

Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam undang-undang (UU) yang memberikan kewenangan kepada pemda untuk melaksanakan pemutakhiran data kemiskinan. Dalam proses pemutakhiran data, UU memberi kewenangan pemda menentukan siapa saja yang layak masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan siapa yang tidak. 

“Pemutakhiran DTKS itu kewenangan daerah sesuai ketentuan dalam UU Nomor 13/2011. Prosesnya dimulai dari musyawarah desa atau musyawarah kelurahan. Lalu secara berjenjang naik ke atas. Jadi, pemda dan jajarannya sampai tingkat desa/kelurahan memiliki kewenangan penuh menentukan siapa yang layak menerima bantuan dan siapa yang tidak,” kata Risma, seperti dikutip dari laman resmi Kemensos, Kamis (02/9/2021). 

Baca Juga: 1.195.740 Dosis Vaksin Pfizer Tiba di Indonesia

Ya, merujuk pada UU Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, pemutakhiran data menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Hal ini termuat pada Pasal 8, 9, dan 10 yang pada intinya mengamanatkan, pemutakhiran data merupakan proses berjenjang yang ditugaskan kepada pemerintah kabupaten/kota. 

Pada Pasal 8 misalnya, disebutkan bahwa, verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang ada di kecamatan, kelurahan atau desa. 

Baca Juga: Minari: Potret Kisah Keluarga Imigran Yang Penuh Haru

“Jadi memang Kementerian Sosial tidak melakukan pendataan langsung. Kementerian Sosial tugasnya menetapkan data yang proses pemutakhiran datanya dilakukan oleh daerah. Masalahnya, masih ada pemerintah kabupaten/kota yang kurang atau bahkan tidak aktif melaksanakan pemutakhiran,” kata Risma. 

Untuk itu, Mensos mengingatkan kembali pemda dan jajarannya untuk aktif dan mengawal dengan sungguh-sungguh proses pemutakhiran data. “Data kemiskinan itu kan dinamis. Ada yang pindah, meninggal dunia, ada yang mungkin sudah meningkat ekonominya sehingga tidak layak lagi menerima. Ada juga penerima dari kalangan dekat dengan kepala desa. Nah, kasus di Bolmo ini malah kepala desanya sendiri. Maka memang harus dikawal terus,” tegas Risma. ***

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Reynaldi Agustian

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemprov Jabar Dorong Proses Sertifikasi Aset Negara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:16 WIB

Begini Cara Pemprov Jabar Era KDM Cegah Bencana Alam

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:10 WIB
X