Kasus ini menimbulkan berbagai spekulasi dan pertanyaan mengenai penyebab kematiannya. Jasad Arya ditemukan oleh pengelola kos setelah tidak ada kabar darinya selama beberapa hari.
Pintu kamar terkunci dari dalam, dan tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan fisik lainnya. Polisi menyatakan bahwa tidak ada jejak DNA orang lain di kamar tersebut.
Pihak kepolisian telah memeriksa 15 saksi, termasuk keluarga, rekan kerja, dan tetangga kos. Mereka juga menyita 103 barang bukti dari lokasi kejadian. Namun, hingga saat ini, polisi belum menemukan unsur pidana dalam kasus ini.
Kriminolog Universitas Bhayangkara Jakarta, Edi Hasibuan, menyatakan keraguannya terhadap dugaan bunuh diri. Ia menilai bahwa melilit kepala sendiri dengan lakban hingga tewas adalah tindakan yang tidak lazim dan sulit dilakukan tanpa bantuan pihak lain.
Sebelum ditemukan tewas, Arya sempat terlihat bersama dua orang di Mall Grand Indonesia. Namun, identitas dan hubungan mereka dengan Arya masih belum diketahui.
Rekaman CCTV menunjukkan bahwa Arya terlihat sendiri pada malam sebelum kematiannya. Selain itu, jejak digital menunjukkan bahwa Arya pernah menggunakan layanan kesehatan mental secara daring.
Kementerian Luar Negeri menyatakan duka cita mendalam atas kepergian Arya dan menyerahkan sepenuhnya proses penyelidikan kepada pihak berwenang. Mereka juga berkomitmen untuk mendukung keluarga Arya selama proses ini berlangsung.
Kasus ini menjadi perbincangan hangat di media sosial dengan tagar #JusticeForAryaDaru. Banyak netizen yang mendesak agar kasus ini diusut tuntas dan transparan.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya kesehatan mental, terutama bagi para profesional muda yang bekerja di lingkungan dengan tekanan tinggi. Diperlukan perhatian lebih terhadap kesejahteraan mental para pekerja, termasuk diplomat.
Hingga saat ini, penyebab pasti kematian Arya Daru Pangayunan masih belum diketahui. Polisi terus melakukan penyelidikan mendalam untuk mengungkap fakta-fakta yang ada. (Syamsi Wajkumar)