Pendapat Kiai Idris ini juga sejalan dengan keterangan yang ada dalam kitab Fathul Muin yang artinya sebagai berikut.
"Guru kita (Ibnu Hajar Al-Haitami) menganjurkan niat satu kali di awal malam Ramadan (yang mencukupi untuk satu bulan Ramadan) dengan syarat taqlid (mengikuti) Imam Malik, sebagaimana dianjurkan pula taqlid kepada Imam Abu Hanifah dengan niat di awal hari (siang) jika khawatir lupa untuk berniat setiap malam," (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, halaman 221).
Namun perlu dicatat bahwa, niat yang hanya dilakukan sekali di awal Ramadaan ini, memiliki beberapa syarat penting yang harus dipatuhi.
Pertama, agar niat di malam pertama Ramadan dapat mencakup seluruh bulan Ramadan, puasa tersebut harus dijalankan tanpa ada gangguan atau terputus.
Apabila seseorang terhalang untuk berpuasa pada suatu hari karena alasan yang dibenarkan, seperti sakit, haid, atau perjalanan, maka ia wajib untuk berniat kembali pada hari tersebut.
Dalam hal ini, niat yang dilakukan pada malam pertama Ramadan tidak berlaku lagi jika ada jeda dalam puasa karena uzur atau alasan lainnya.
Secara keseluruhan, meskipun ada perbedaan pendapat terkait teknis niat puasa Ramadan antara Mazhab Maliki dan mazhab lainnya.
Landangan madzhab Malikiyah mengenai niat puasa di malam pertama bulan Ramadan banyak diterima dan dipraktikkan di Indonesia.
Praktik ini tidak hanya memberikan kemudahan bagi umat muslim, tetapi juga memastikan bahwa ibadah puasa Ramadan tetap sah meskipun seseorang lupa berniat di malam hari.
Berikut ini bacaan niat puasa hanya dibaca satu kali pada awal bulan Ramadan.
نَوَيْتُ صَوْمَ جَمِيْعِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ تَقْلِيْدًا لِلْإِمَامِ مَالِكٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى.
Artinya:
"Aku niat berpuasa di sepanjang bulan Ramadhan tahun ini dengan mengikuti Imam Malik, fardhu karena Allah,"***
