JAKARTA, Klikaktual.com- Ecotourism atau ekowisata sedang naik daun. Traveler masa kini suka mencari ketenangan di alam. Beberapa di antaranya melakukan ecotourism sebagai self healing.
Meski sedang begitu digemari, belum semua traveler memahami benar tentang ekowisata. Apa saja salah kaprah tentang ekowisata yang muda-mudi perlu ketahui?
1. Wisata alam pasti ekowisata
Banyak di antara kita mungkin berpikir, jalan-jalan ke taman, kebun raya, air terjun, hutan, apalagi taman nasional, sudah pasti berkonsep ekowisata. Soalnya, kan, jalan-jalannya di alam. Ternyata, tidak selalu.
Baca Juga: 1.799 Sarhunta di Destinasi Wisata Super Prioritas Danau Toba, Perekonomian Warga Terbantu
Diyah Deviyanti, Project Coordinator Hutan Itu Indonesia (HII) menjelaskan, memang betul bahwa ekowisata itu berwisata ke alam terbuka. “Tapi, ekowisata menyimpan pesan bahwa wisatawan juga ingin mendapat pengetahuan tentang alam, tentang budaya, juga tentang masyarakat lokalnya," jelasnya.
"Satu hal yang pasti, kegiatan kita sebagai wisatawan, maupun kegiatan yang dilakukan oleh pengelola tempat wisata, tidak merusak alam. Sekalipun hutan atau taman nasional, jika pengelolaannya mengganggu ekosistem, tempat itu tak bisa disebut destinasi ekowisata," lanjut Diyah Deviyanti.
Ada hal mendasar yang membedakan destinasi ekowisata dan tempat wisata secara umum, yaitu fasilitas pendukung.
Baca Juga: Sandiaga Uno Dorong Pengembangan Wisata Religi di Kalimantan Selatan
Di tempat wisata umum, meski menampilkan keindahan alam, biasanya terdapat bermacam fasilitas untuk mendukung kenyamanan pengunjung. Misalnya, toilet dan tempat makan.
Diyah Deviyanti menyoroti, ketika membangun fasilitas tersebut, terkadang pengelolanya lupa memperhatikan ekosistem.
“Di destinasi ekowisata, Anda tidak akan menemukan fasilitas pendukung. Karena, tujuan ekowisata adalah melindungi kealamian suatu lingkungan, sekaligus menyejahterakan masyarakat sekitar," katanya.
Baca Juga: Canangkan Gerakan Nasional Melawan Osteoporosis, Wapres Ajak Masyarakat Jaga Kesehatan Tulang
"Kita bisa membantu kesejahteraan mereka dengan membeli produk buatan mereka, misalnya madu hutan, atau menggunakan jasa penduduk lokal sebagai guide,” tambah Diyah Deviyanti.