BERIKUT ini penjelasan Ketua Komisi Kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sragen, Ustadz Muh. Nursalim tentang tekstual dan kontekstual atau metode hisab dan rukyat penentuan awal puasa Ramadhan.
Benda langit itu banyak, yang sangat penting bagi manusia adalah matahari dan bulan. Keduanya untuk menentukan waktu. Bulan dipakai untuk menentukan perubahan tanggal dan bulan dalam tahun hijriah. Sedangkan matahari untuk menentukan jam.
Tanggal dan bulan untuk memastikan kapan ibadah puasa Ramadhan berawal dan berakhir. Juga kapan ibadah haji dilakukan. Sedangkan perubahan jam untuk memastikan kapan masuk waktu shalat.
Baca Juga: Ceramah Ramadhan: Mengapa Doa Tidak Dikabulkan?
Masuk waktu menjadi syarat sahnya suatu ibadah. Jika belum waktunya maka ibadahnya tidak memenuhi syarat. Alias tidak sah, karena tidak memenuhi syarat. Sebaik apapun ibadah seseorang jika tidak memenuhi syarat tidak diterima.
Bayangkan, anda mengumandangkan azan dhuhur jam 10 pagi terus shalat berjamaah saat itu juga. Pasti viral, karena ndak umum. Di belahan bumi manapun jam 10 pagi itu belum masuk waktu dhuhur.
Beberapa waktu lalu ada calon walikota Solo dari unsur independen dicoret KPU. Alasannya tidak memenuhi syarat. Meskipun masanya banyak tapi karena tidak memenuhi syarat, tetap saja dicoret.
Baca Juga: Naskah Pidato atau Ceramah tentang Fiqih Minyak Goreng, Cocok Untuk Tausiyah Ramadhan
Puasa Ramadhan juga begitu. Salah satu syarat penting adalah sudah memasuki bulan ramadhan. Jika belum, puasanya tidak sah. Sebagaimana firman Allah.
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ [البقرة/185]
Barang siapa hadir (tidak melakukan safar) di bulan itu maka berpuasalah. (Al Baqarah: 185)
Untuk menentukan kapan masuk bulan Ramadhan Allah berfirman :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ [البقرة/189]
Mereka bertanya tentang hilal, katakanlah hilal itu berguna untuk menentukan waktu bagi manusia juga waktu pelaksanaan haji. (Al Baqarah: 189)