[OPINI] Mempelajari Efek Jangka Panjang Televisi Lewat Prespektif Teori Kultivasi

photo author
- Kamis, 20 Oktober 2022 | 10:52 WIB
Ilustrasi menonton TV Kabel (Pixabay/@Viki_B)
Ilustrasi menonton TV Kabel (Pixabay/@Viki_B)

Stuart Hall kultularis media, menyusun kategori khalayak media dalam tiga klasifikasi, dominan reader, oppositional reader dan negotiated reader. Dominan reader adalah kategori khalayak yang mengikuti arus dominan pemberitaan media apapun kata media dikunyah habis-habisan, tanpa kecuali. Oppositional reader, sebaliknya, kategori khalayak yang selalu bertentangan sikap dengan arus dominan media.

Media jadi sejenis public enemy yang banyak menghasut masyarakat untuk mengganti nilai-nilai "modern" dan "kosmopolitan". Kategori Negotiated reader merujuk khalayak media yang moderat. Bila yang ditampilkan media sesuai dengan keyakinannya, mereka akan memanfaatkan media. Namun, ketika bertentangan, media akan ditinggalkan. Jenis khalayak terakhir bersikap kritis dalam menyikapi media.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Aries 20 Oktober 2022: Pekerjaan yang Padat Membuat Anda Jauh dengan Keluarga

Sayangnya, sebagian penonton televisi kota agaknya tergolong kategori dominant reader. Mereka mengikuti saja mereka mengunyah apapun yang ditampilkan media massa dan mengonsumsi segala konflik peristiwa yang di suapkan media. (Astuti, 2005). Efek kultivasi semakin lengkap ketika media berhadapan khalayak penonton yang pasif. Khalayak dominan reader percaya saja dengan apapun yang ditampilkan media. Mereka tidak menyikapinya dengan kritis, mereka tidak membandingkannya dengan sumber-sumber kredibel lain.

Dulu, adegan kekerasan hanya bumbu sebuah tayangan atau berita. Kini, ketika pertelevisian bersaing ketat, kekerasan dan kriminalitas menjadi menu favorit yang dikemas, dijual dan diberi acara tersendiri. Selama rating-nya tinggi, pengelola televisi seakan merasa "sah" menayangkan kekerasan dan kriminal. "Seing Is Believing".

Baca Juga: 13 Quotes Hari Santri Nasional 2022, Penuh Makna dan Ucapan Selamat yang Menyentuh Hati bagi Santri

Efek kriminalitas di televisi, tetap saja perlu diwaspadai ketika muncul dalam bentuk desensitisasi kekerasan. Desentisisasi atau penumpulan kepekaan terhadap kekerasan merupakan gejala yang umum terjadi ketika kekerasan tak lagi dianggap sebagai hal luar biasa. Maka, tatkala masyarakat diterpa oleh informasi kekerasan dan menganggap realitas media tak beda dengan realitas nyata. (Prespektif kultivasi), perilaku kekerasan pun disahkan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau dahulu banyak yang takut melihat pertumpahan darah, dengan adanya gejala desentisasi kekerasan, maka darah dan kekerasan menjadi hal yang biasa. Anak-anak ramai-ramai menonton pertunjukan kekerasan ini, kadang malah turut berpartisipasi. Seperti itulah kiranya yang terjadi akhir-akhir ini pada masyarakat Indonesia.

Tampaknya, apa yang dikemukakan Baran dan MCQuail tentang teori masyarakat massa, tengah berlangsung di Indonesia, dimana masyarakat mudah dipengaruhi, media mempunyai kekuatan yang besar, sedangkan media juga berperan disfungsional. News judgement banyak ditinggalkan oleh media kita demi mengejar rating dan prestise yang bermuara pada satu tujuan seperti apa jeleknya perilaku mereka.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ida Ayu Komang

Tags

Rekomendasi

Terkini

14+ Ucapan Hari Ibu, Sederhana, Berkesan dan Penuh Makna

Minggu, 21 Desember 2025 | 18:25 WIB
X