PERKEMBANGAN teknologi dan informasi yang semakin pesat dan semakin tidak terbendung saat ini. Media massa berperan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan hampir dipastikan seluruh penduduk dunia saat ini sudah melek media khususnya elektronik.
Internet, TV, Smart Phone, IPTV, Radio internet dan lainnya memberikan implikasi yang tidak kecil terhadap pola komunikasi dan pola kehidupan masyarakat. Dilihat dari
kualitas maupun kuantitasnya kekuatan media massa sangat besar perannya dalam menciptakan “kondisi lingkungan sunyi/semu” bagi khalayaknya.
Kultivasi merupakan teori sosial yang meneliti efek jangka panjang dari televisi pada khalayak. Teori ini merupakan salah satu teori komunikasi massa yang dikembangkan oleh George Gerbner dan Larry Gross dari University of Pennsylvania, mereka melakukan penelitian berskala besar berjudul "Indikator Budaya"
Baca Juga: [OPINI] Peran Pendidikan Sebagai Pembentuk Karakter dan Investasi Masa Depan
Gerbner melakukan penelitian dampak televisi dengan menggunakan metode survey analisis, di mana populasi dan sample adalah penonton pria dan wanita yang di bedakan berdasar usia, yaitu dewasa, remaja, dan anak-anak. Juga diperoleh data rata-rata orang menonton TV di Amerika Serikat adalah 7 jam sehari. Maka muncul istilah heavy viewers atau (pecandu berat televisi) dan light viewers (penonton biasa).
Para pecandu berat televisi akan menggangap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya. Misalnya, menanggapi perilaku kekerasan yang terjadi di masyarakat. Para pecandu kelas berat televisi akan mengatakan bahwa sebab utama munculnya kekerasan karena masalah sosial (karena televisi yang sering ia tonton sering menyuguhkan berita dan kejadian dengan motif kekerasan).
Padahal, bisa jadi sebab utama itu lebih karena faktor cultural shock dari tradisional ke modern. Contoh lainnya, yaitu pecandu kelas berat televisi mengatakan bahwa 20% penduduk dunia berdiam di Amerika, padahal senyatanya cuma 6%.
Dengan kata lain, penilaian, persepsi, opini penonton televisi, digiring sedemikian rupa agar sesuai dengan apa yang mereka lihat di televisi. Bagi pecandu berat televisi, apa yang terjadi di televisi itulah yang terjadi pada dunia yang sesungguhnya.
Baca Juga: Lirik Mars Hari Santri Nasional 22 Oktober 2022
Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu. Media memengaruhi penonton dan masing-masing penonton untuk meyakininya. Dengan kata lain, pecandu berat televisi mempunyai kecenderungan sikap yang sama satu dengan yang lainnya.
Dari penelitian tersebut, bisa di bayangkan dampak yang akan terjadi di masyarakat Indonesia, jika yang ditonton sebagian besar adalah tayangan kekerasan. Maka tak heran bila masyakarat Indonesia "makin akrab" terhadap berbagai bentuk kekerasan. Terlebih bila objeknya tersangka pelaku kriminal. Untuk mereka, dihajar, ditembak, dibunuh, bahkan di bakar hidup-hidup, seakan sudah dianggap "wajar".
Hukum dan prasangka kriminal. Apalagi mempertimbangkan mereka mungkin korban keadaan. Keadaan ekonomi dan sosial sering mengkondisikan orang-orang tertentu berbuat jahat. Namun pemikiran demikian tenggelam dengan "dipupuknya" budaya kekerasan oleh media, yang secara tak langsung mensosialisasikan cara berfikir pendek dan tidak mencerahkan.
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2022 Sebentar Lagi, Simak Sejarahnya Berikut Ini
Walaupun banyak ahli menyatakan bahwa khayalak selektif terhadap pesan dari media massa (televisi), juga faktor pendidikan, budaya dan lingkungan tempat tinggal lebih berpengaruh daripada tayangan televisi, tetapi jika kita kaitkan dengan situasi di Indonesia yang sebagian besar penduduknya hidup di daerah terpencil, pendidikan masih rendah, kontrol sosial yang kecil, maka sepertinya dampak negatif yang akan lebih berpengaruh daripada dampak positif.