[OPINI] Indonesia Menuju Pemilu 2024

photo author
- Jumat, 23 Juni 2023 | 12:06 WIB
ILUSTRASI: Ilustrasi Pemilu 2024.
ILUSTRASI: Ilustrasi Pemilu 2024.

Karena big data inilah yang nantinya bisa dijadikan alat pengawasan terhadap warga negara, konsumen serta pekerja. Big data yang terkumpul dari media sosial nantinya dapat dijual dan digunakan oleh pihak yang berkepentingan dan dijadikan bahan analisis sebagai kombinasi dari kapitalisme serta pengawasan.

Dalam konteks media sosial dalam menuju pemilu 2024, setiap peserta pemilu ataupun tokoh sudah mulai gencar dalam mengkampanyekan diri melalui media sosial demi menciptakan dan meningkatkan elektabilitas. Media sosial akan menjadi suatu pilihan utama dalam membangun popularitas, menjangkau pemilih dan merubah citra diri.
Penyedia layanan media sosial juga memberikan space iklan bagi siapapun yang berkeinginan untuk menampilkan dan menyajikan iklan politik. Bahkan, iklan politik di media sosial akan terasa lebih krusial karena tak seperti halnya di media lain yang menampilkan iklan ke publik dengan jangkauan yang umum dan luas, iklan yang ada di media sosial dapat disesuaikan dengan kelompok tertentu yang dapat berpotensi mempolarisasikan basis pemilih dan dapat mendistorsi keadaan politik yang ada.

Sebagai negara berkembang, Indonesia sangat berpotensi mengalami psychological warfare di dalam masa menuju pemilu 2024 ini. Dimana dalam psychological warfare karakter pemilih masyarakat Indonesia yang masih tradisional menentukan pilihannya dengan melihat penggunaan narasi, kesan dan gagasan.

Di era teknologi komunikasi dan informasi yang kian maju pesat ini, psychological warfare justru menggunakan situasi dan momentum ini dalam menyebarkan narasi, kesan dan gagasannya melalui media sosial.

Indonesia juga perlu bersiap dengan hal-hal besar yang mungkin akan terjadi seperti peperangan dari segi informasi yang bebas keluar masuk di dalam dunia digital yang salah satunya adalah media sosial. Karena pengerahan informasi, disinformasi serta propaganda akan banyak terjadi dan tersebar pada masa menuju pemilu 2024 nanti.

Peperangan informasi ini melibatkan penggunaan ruang-ruang pertempuran informasi dan pengelolaan teknologi, informasi dan komunikasi dalam mengejar keunggulan kompetitif atas lawan dengan cara menggunakan manipulasi, agitasi, propaganda dan disinformasi yang nantinya akan menjadi bahan bacaan dan dipercaya tanpa disadari oleh masyarakat itu sendiri, sehingga masyarakat yang sebagai target akan membuat keputusan atau menentukan pilihan yang keliru demi kepentingan aktor yang melakukan perang informasi tersebut.

Dalam perjalanan menuju pemilu 2024, Indonesia tak bisa menganggap remeh bahaya-bahaya yang muncul akibat perang teknologi ini. Tentu Indonesia masih mengingat akan serangan hacker Bjorka yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Pencurian data, manipulasi informasi serta manuver destruktif, hal ini merupakan salah satu bagian ancaman yang ada dalam persiapan Indonesia menuju pemilu 2024.

Penggunaan teknologi seharusnya dapat berperan aktif dalam melahirkan kampanye-kampanye dan penyebaran informasi yang berintegritas serta dengan tidak menggunakan politik SARA ataupun politik identitas. Belajar dari kejadian di pemilu sebelumnya yang seharusnya dikedepankan di dalam perpolitikan di Indonesia adalah politik yang berlandaskan ide serta dan gagasan, bukan menjunjung tinggi demokrasi pengkultusan.

Menurut pengukuran yang dilakukan oleh Economist Intelligence Unit (EIU) Democracy Index, Indonesia mendapatkan predikat sebagai Flawed Democracy atau negara dengan demokrasi yang lemah.

Dalam penilaian yang dilakukan Indonesia memiliki beberapa indeks demokrasi yang sudah baik yaitu fungsi pemerintah, partisipasi politik, proses pemilu, pluralisme, kebebasan sipil, otonomi personal dan hak individu. Namun disamping itu terdapat beberapa variabel Indonesia yang masih sangat buruk yaitu di dalam kebebasan berekspresi dan berkeyakinan, hak berasosiasi dan berorganisasi, aturan hukum serta budaya politik.

Hal ini seharusnya menjadi acuan yang ada bagi pemerintahan Indonesia dengan mempertahankan yang sudah dicapai serta meningkatkan beberapa hal yang masih belum dirasa baik. Di dalam pemilu 2024 ini merupakan kesempatan yang tepat dalam merubah pandangan bangsa lain terhadap bangsa Indonesia, minimalnya dari segi penyelenggaraan negara demokrasi agar tercipta nya rakyat yang percaya kepada negara dan bukan lagi rakyat yang skeptis terhadap pemerintahan negara.

Tahun 2023 ini akan menjadi penanda sebagai awal perubahan ataupun kemunduran yang akan ditunjukan oleh pemerintah, partai politik maupun calon-calon yang akan berkompetisi di pemilu 2024 nanti.

Tahun ini akan menjadi tahun bagi tahapan-tahapan pemilu yang krusial, dimulainya kampanye yang akan menimbulkan banyak kontroversi, keluar masuknya perihal lapor dan melaporkan serta naik turunnya hasil survei elektabilitas partai maupun calon, semua ini akan menghiasi jalannya tahun ini hingga pemilu 2024 berlangsung.

Tantangan dalam mengawal dan memastikan pemilu 2024 berlangsung dengan tepat waktu serta terpenuhinya asas pemilu yang bebas, jujur, adil dan demokratis. Hal ini yang akan menjadi sebuah pekerjaan rumah yang besar bagi Indonesia. Jalan terjal dan berliku harus dilalui agar nantinya pemilu dan demokrasi tidak jatuh ke dalam sebuah penyesalan yang besar. Maka dari itu tahun 2023 ini harus menjadi tahun berbenah agar terciptanya demokrasi yang ideal tanpa politik identitas, politik SARA maupun budaya pengkultusan.

*Penulis adalah Hanricko Vallantina Christian MIkom, Dosen di salah satu Perguruan Tinggi di Cirebon

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ida Ayu Komang

Tags

Rekomendasi

Terkini

14+ Ucapan Hari Ibu, Sederhana, Berkesan dan Penuh Makna

Minggu, 21 Desember 2025 | 18:25 WIB
X