Kartini: Antara Peran Kegelisahan dan Modalitas Berpikir Perempuan

photo author
- Rabu, 21 April 2021 | 15:18 WIB
IMG-20210421-WA0014
IMG-20210421-WA0014

Demikianlah mandat pada jiwa dan raga seorang perempuan, sebagai madrasah pertama bagi keluarganya. Dan perempuan hari ini, di abad 21 ini, dengan segala variabel kebaruan, dengan segala pernik tuntutan, andaikan tak bersama modalitas berpikir dan kompetensi, maka kita lemah tak berdaya digerus gagasan dari sisi kanan kiri depan belakang.

Mengemban mandat pendidikan, lagi-lagi bukanlah soal pragmatis. Bukan perkara mudah. Mengokohkan diri sebagai teladan peradaban, secara bersamaan mengkohkan keluarga dan masyarakat dengan inovasi-inovasi yang berhakikat. Namun hal demikian sejatinya menjadi landasan pacu bagi para perempuan untuk terus berpikir maju dan berpikir antisipatif agar keselamatan iman generasi tetap berada dalam genggaman.

Sangat wajar pula, bagaimana sekelas Nabi Nuh mendidik masyarakatnya, mengingatkan secara berulang untuk menuju ke jalan selamat. Lalu fenomena berkata lain. Kaum Sodom tak mau mendengar hingga bencana meluluhlantakkan habitatnya. Dan warisan penolakan itu menjelma juga di hari ini, meski dengan istilah LGBT yang -barangkali- seolah lebih halus, sehalus penggunaan istilah Pekerja Seks Komersil untuk membiaskan jalangnya istilah yang lebih verbal.

Pendidikan. Sebuah proses tanpa batas dalam mengabadikan kebaikan. Hingga wajar adanya ketika kemudian muncul istilah pendidilan sepanjang hayat. Bahkan konon, pendidikan sepanjang hayat saja tak cukup untuk dapat memenuhi amanah Undang-undang tentang tujuan pendidikan nasional, yakni membangun manusia Indonesia seutuhnya.

Kealamiaahn seorang manusia untuk senantiasa berpikir memang merupakan sesuatu yang lumrah dan sangat fitrah. Sehingga wajar bila berpikir menjadi sebuah patokan dalam berkehidupan. Artinya, kualitas kehidupan seseorang dipasok dan ditentukan oleh cara berpikirnya dalam beragam hal. Salah satunya adalah dalam menyelesaikan persoalan atau dalam menghadapi masalah. Bahkan dengan sengaja, seseorang melakukan perenungan agar dapat memiliki pemikiran yang berkualitas sehingga mampu menciptakan penemuan atau hal baru dalam kehidupannya. Mari menjadi Kartini peradaban, dengan menjadi pembelajar sepanjang hayat. (*)

Penulis adalah Anggota DPRD Jawa Barat Fraksi PKS

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Reynaldi Agustian

Tags

Rekomendasi

Terkini

X