JAKARTA, Klikaktual.com - Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (Panja RUU PKS) yang sedang dibahas DPR, ditengarai sebagai pintu masuk legalisasi Lesbian, Gay, Biseksual, dan Trasgender di Indonesia. Namun hal itu dibantah wakil rakyat.
Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (Panja RUU PKS) Badan Legislasi DPR RI, Willy Aditya menekankan, RUU PKS bukanlah pintu masuk bagi legalisasi LGBT. Hal ini juga telah disampaikan Willy saat diundang Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa waktu lalu.
“Saya sudah diundang MUI. Kita tentu harus berlandaskan pada realitas sosiologis di mana mayoritas dari umat beragama kita. RUU PKS ini bukan mengundang pintu masuk LGBT, bukan,” tegas Willy, Sabtu (21/8/2021).
Baca Juga: Alvin Faiz Dituduh Pakai Narkoba, Mantan Mertua Angkat Bicara
Dia menambahkan, porsi terbesar pembahasan RUU ini terletak pada pemberian payung hukum bagi perlindungan perempuan. Sebab, tambah Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini, dengan adanya legal standing tersebut, aparat penegak hukum dapat bertindak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Itu yang paling penting. Jadi di ruang (payung hukum) itu sebenarnya yang menjadi kekhasan dari keberadaan RUU ini,” ucapnya.
Willy menjelaskan, saat dialog intensif dengan para tokoh agama, termasuk MUI, Baleg DPR RI merumuskan bagaimana membahas fakta-fakta empiris tentang LGBT, sehingga menemukan cara untuk mengkanalisasikannya.
Baca Juga: Jokowi Terbitkan Perpres, Ini Rincian Harga BBM Terbaru
“Saya juga menyambut baik ya, bahkan MUI melakukan workshop, dengan mengundang semua pakar itu adalah hal yang maju ya. Tapi kemudian ada masalah kriminologi di mana sejauh ini mereka mengusulkan terminologi ‘ kejahatan’, itu yang perlu kita bahas di ruang sidang,” beber Anggota Fraksi Partai NasDem DPR RI ini.
Oleh karena itu, Willy selalu menekankan adanya upaya dialog dalam setiap tahapan pembahasan RUU ini. Hal itu dalam rangka mengutamakan kesepakatan bersama yaitu mendorong adanya harkat, martabat, dan marwah perempuan itu dapat dilindungi.
“Saya selalu mengedepankan dialog, kita tidak bisa menang-menangan sendiri dalam hal ini. Yang selalu menjadi bridging utama dalam keputusan itu adalah dialog. Nah, bagaimana caranya kita berdialog bareng-bareng. Jadi, perbedaan pandangan itu tidak saling berkelahi, tapi saling meluruskan. Kan begitu,” tutupnya. ***