JAKARTA, Klikaktual.com - Indonesia ditetapkan sebagai negara paling "berbahaya" oleh Selandia Baru. Penyebabnya, karena masih tingginya jumlah kasus dan penyebaran Covid-19 di tanah air.
Menteri Kesehatan Selandia Baru, Chris Hipkins menegaskan, perjalanan ke Selandia Baru dari Indonesia hanya diperbolehkan untuk warga negara mereka saja. Termasuk pasangan dan anak-anak Warga Negara Selandia Baru, serta orang tua dari anak-anak tanggungan yang merupakan warga negara itu.
Sementara pelancong lain, termasuk warga Selandia Baru, diwajibkan melakukan isolasi mandiri selama 14 hari di luar Indonesia sebelum berangkat ke Selandia Baru.
Baca Juga: Siap-siap Warna Plat Kendaraan Anda Diganti Kepolisian
Bagi mereka yang berasal dari Indonesia akan dimintai hasil tes Covid-19 negatif dengan sampel yang diambil maksimal 72 jam sebelum keberangkatan dari laboratorium yang disetujui pemerintah.
"Kami tahu klasifikasi ulang ini dapat mengganggu rencana beberapa pelancong dan menyebabkan kekecewaan. Namun ini diperlukan untuk membantu menghentikan penyebaran Covid-19 dan melindungi kesehatan warga Selandia Baru," tambah Hipkins.
Sebelum Selandia Baru, sejumlah negara lainnya juga sudah menerapkan pembatasan perjalanan dari Indonesia. Seperti Singapura, Arab Saudi, Oman, Uni Emirat Arab (UEA), Hongkong dan negara-negara Eropa dengan visa Schengen.
Baca Juga: Klaim Pasien Covid-19 Semuanya Meninggal di Rumah Sakit, Begini Fakta Sebenarnya
Untuk diketahui, Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern banyak menuai pujian karena terbilang sukses menekan transmisi lokal Covid-19 dengan menerapkan lockdown ketat. Dia juga menutup perbatasan pada Maret 2020. Selandia Baru hanya mencatat 2.500 kasus dan 26 kematian.
Dampak penguncian wilayah itu, sektor bisnis dan publik kekurangan pekerja. Pengusaha menyerukan agar pembukaan wilayah dilakukan lebih cepat, tetapi ditentang oleh panel karena akan membuat Selandia Baru rentan terhadap infeksi.
Baru pekan kemarin, Jacinda Ardern membuka perjalanan bebas karantina satu arah untuk pekerja musiman dari Samoa, Tonga, dan Vanuatu sebagai strategi mengatasi kekurangan tenaga kerja. ***