Seno menyoroti tentang heritage dan merawat sejarah. Menurutnya, heritage bukan hanya yang terlihat, tapi juga bentuk pemikiran.
“Saat ini, anak-anak muda justru menjadi penggali sejarah dan heritage yang sangat produktif. Forum ini membuktikan itu,” ungkapnya.
Menurut Seno, tindak lanjut dari gelaran BWCF tahun 2025 ini akan diterbitkan dalam bentuk buku, yang rencananya akan launching pada Januari 2026 mendatang.
“Seluruh diskusi tentang nisan dan Tarekat Syattariyah akan dihimpun. Launchingnya mungkin kembali di Cirebon. Ini menjadi arsip berharga sekaligus inspirasi bagi penelitian dan pengembangan budaya di Nusantara,” tuturnya.
Seluruh rangkaian BWCF ke-14 menegaskan bahwa budaya, sejarah, dan seni bukanlah warisan pasif. Ia hidup melalui interaksi, narasi, dan interpretasi baru. Setiap pertunjukan, diskusi simposium, membuka ruang refleksi yang menyejukkan, menyentuh, sekaligus membangkitkan rasa ingin tahu tentang warisan Nusantara.
BWCF 2025 juga membuktikan bahwa sejarah bukan hanya cerita masa lalu, tapi juga sumber energi kreatif bagi masa depan. Dengan musik, nisan, manuskrip, dan dialog yang mengalir, festival ini menyalakan kembali api semangat untuk mengenal, menghargai, dan menghidupkan peradaban Nusantara bagi generasi mendatang. (*)