news

Hari Kedua BWCF 2025, Menyatukan Warisan Spiritual dan Suara Budaya Nusantara

Minggu, 23 November 2025 | 19:17 WIB
pertunjukan puisi bertema “Puisi Cirebon-Gaza”.

 

CIREBON- Hari kedua Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) 2025 menciptakan ruang di mana sejarah, budaya, dan spiritualitas berpadu. Para peserta tidak sekadar belajar, tetapi merasakan hangatnya dialog antargenerasi dan antardaerah, di mana nisan menjadi saksi bisu perjalanan peradaban Islam di Nusantara.

Simposium “Nisan-Nisan Islam Nusantara” membuka dialog tentang sejarah, budaya, dan spiritualitas yang terukir di tiap nisan Nusantara.

Prof. Dr. Daniel Perret membuka diskusi dengan presentasi “Nisan-Nisan Aceh di Johor, Malaysia”. 

Ia menelusuri jejak diaspora Aceh yang membentuk penanda kubur jauh dari tanah asalnya. 

“Setiap nisan adalah cerita, setiap ukiran adalah doa yang menembus waktu dan ruang,” ujarnya di Keraton Kacirebonan, Jumat (21/11/2025).

Bastian Zulyeno, Ph.D., melanjutkan dengan topik “Membaca Pengaruh Persia pada Syair-Syair Kematian di Nisan-Nisan Kuno Nusantara”. Ia menyoroti bagaimana motif dan syair Persia mengalir ke dalam nisan, membentuk dialog lintas budaya yang hingga kini tetap hidup. 

Muhammad Yaser Arafat, M.A., membawa peserta ke Yogyakarta dengan paparan “Nisan-Wisan Kratonan: Kristalisasi Estetika Budaya Jawa dan Pengaruh Luar”. Ia menekankan perpaduan unik antara seni lokal dan pengaruh luar yang menjadikan nisan kraton sebagai medium sejarah, estetika, dan spiritualitas. 

“Nisan di kraton bukan hanya tentang yang mati, tapi tentang hidup yang terus berbicara melalui bentuk dan simbol,” tuturnya.

Ammar Fauzi, Ph.D., menutup sesi utama dengan “Ziarah Kubur ke Makan-Makam Wali: Perbandingan Iran dan Nusantara”, menekankan praktik ziarah yang menghubungkan masyarakat Nusantara dengan tradisi Timur Tengah, memperlihatkan pemahaman tentang kehidupan setelah mati dan doa yang berkelanjutan. 

Tak hanya simposium, ada sesi Forum Call for Presentation yang menampilkan para peneliti dan pegiat kebudayaan dari berbagai pelosok Nusantara.

Dr. Lutfi Yondri membahas batu mejan Minangkabau, Khairil Anwar mengupas cungkup kubur Gresik, Dr. Retno Purwanti meneliti nisan Kesultanan Palembang, Bukhori Masruri menelusuri jaringan nisan Jawa, dan S. Wani Maler memaparkan tipologi dan kronologi Nisan-nisan di Barus. 

Setiap presentasi membuka jendela baru untuk memahami hubungan antara budaya lokal, praktik pemakaman, dan warisan spiritual. Malam harinya, hujan yang terus rintik menemani pertunjukan puisi bertema “Puisi Cirebon-Gaza”. 

Zawawi Imron, Acep Zamzam Noor, Hikmat Gumelar, Nenden Lilis, dan Dedi Kampleng membacakan syair dengan penuh penghayatan. Samah Sabawi, penulis dan penyair kelahiran Palestina yang tinggal di Australia membacakan puisinya melaui video. Setiap bait menjadi doa, jembatan batin yang menyuarakan harapan dan kemanusiaan, menghubungkan Cirebon, Gaza, dan Nusantara.

Hari kedua BWCF ini berakhir dengan gema kata, doa, dan syair yang masih hidup di antara tetes hujan, menyusup ke tiap sudut keraton, meninggalkan rasa syahdu dan hangat yang abadi, seperti kenangan yang tak lekang oleh waktu. (*)

Tags

Terkini

Pemprov Jabar Dorong Proses Sertifikasi Aset Negara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:16 WIB

Begini Cara Pemprov Jabar Era KDM Cegah Bencana Alam

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:10 WIB