Klikaktual.com - Gelombang kasus keracunan makanan dan tantangan logistik yang muncul di awal pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia memunculkan pertanyaan besar: Apakah kita benar-benar siap menjalankan program sebesar ini?
Untuk menjawabnya, pengalaman Korea Selatan bisa menjadi cermin. Negara tersebut telah membuktikan bahwa program makan bergizi di sekolah dapat menjadi pilar pembangunan manusia. Namun, keberhasilannya bukan hasil instan, melainkan buah dari komitmen politik, sistem pengawasan ketat, dan proses panjang lebih dari tujuh dekade.
Dari Bantuan Kemanusiaan hingga Sistem Nasional
Program MBG Korea, atau School Meal Service, berawal dari bantuan kemanusiaan pasca-Perang Korea tahun 1953. Program ini kemudian berkembang menjadi sistem nutrisi sekolah yang terstruktur dan universal, menjangkau seluruh siswa di berbagai jenjang pendidikan.
Namun, perjalanan panjang itu tidak bebas dari kegagalan. Kisah MBG Korea adalah perjalanan evolusi dan reformasi yang berulang.
Titik Balik Reformasi: Krisis Keamanan Pangan
Perubahan besar dalam sistem MBG Korea terjadi pada tahun 2006, ketika lebih dari 1.700 siswa di Seoul dan Provinsi Gyeonggi mengalami keracunan massal akibat katering terkontaminasi. Kasus serupa kembali muncul pada 2018, melibatkan lebih dari 2.000 siswa yang sakit setelah mengonsumsi kue cokelat tercemar bakteri.
Kedua insiden itu menjadi “alarm sistem” bagi pemerintah Korea. Kegagalan tersebut memaksa pemerintah melakukan reformasi total, mengalihkan pengelolaan katering dari perusahaan swasta besar menjadi pengawasan langsung oleh sekolah dengan bimbingan ahli gizi profesional.
Proses panjang selama 60 hingga 70 tahun itu memberikan pelajaran penting yakni program makan bergizi adalah maraton, bukan sprint. Kegagalan di awal seharusnya menjadi bahan koreksi, bukan alasan untuk berhenti.
Lima Pelajaran Penting dari Korea Selatan untuk Indonesia
1. Keamanan dan Gizi sebagai Prioritas Utama
Korea Selatan memandang MBG sebagai intervensi kesehatan masyarakat. Prinsip utamanya adalah keamanan pangan adalah pintu gerbang kualitas.
Transisi dari katering terpusat. Pengalaman keracunan massal mendorong perubahan dari sistem katering swasta ke dapur sekolah terstandar (SPPG) di bawah pengawasan langsung sekolah dan otoritas pendidikan.
Perekrutan ahli gizi. Setiap sekolah wajib memiliki ahli gizi bersertifikat yang menyusun menu, memberikan konseling gizi, dan mengawasi kualitas dapur setiap hari.