KLIKAKTUAL.COM - Soal kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 47 Tahun 2018, tentang lima kriteria pelayanan kegawatdaruratan yang dijamin Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), menjadi tantangan tersendiri bagi rumah sakit, khususnya milik pemerintah daerah.
Dalam hal ini, ketua DPRD Kota Cirebon, Andrie Sulistio menilai, aturan tersebut menimbulkan polemik di masyarakat serta berdampak pada pembiayaan operasional rumah sakit.
Sebab, tidak semua kondisi kegawatdaruratan dapat dibiayai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Salah satu contoh, pasien dengan suhu tubuh di bawah 39 derajat celcius tidak termasuk kategori kegawatdaruratan," jelas Andrie, dikutip dari laman resminya pada hari, Jum'at, 18 April 2025.
Maka, sambung Andrie, tidak akan dilayani di Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau dianggap tidak memerlukan rawat inap.
Meski begitu, ia mengapresiasi kebijakan Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunung Jati yang tetap memberikan pelayanan kepada pasien tanpa diskriminasi.
"Alhamdulillah, RSD Gunung Jati tidak pernah menolak pasien, baik peserta mandiri maupun Penerima Bantuan Iuran (PBI)," ujarnya.
Sebagai bentuk respons terhadap kebijakan tersebut, RSD Gunung Jati saat ini tetap melayani pasien dari luar daerah.
Namun, pelayanan penuh hanya diberikan kepada warga Kota Cirebon, yang sudah tercakup dalam program Universal Health Coverage (UHC).
Dimana seluruh warganya terdaftar sebagai peserta PBI BPJS yang dananya dialokasikan dari APBD Kota Cirebon.
“Pasien dari luar daerah tetap kami layani apabila memenuhi kriteria kegawatdaruratan. Tetapi jika tidak memenuhi syarat tersebut, maka akan diperlakukan sebagai pasien umum,” tegasnya.
Kasus False Emergency Jadi Persoalan
Andrie menambahkan, rumah sakit pemerintah tetap memiliki kewajiban utama untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Namun, masalah muncul ketika pasien tidak termasuk PBI dan tidak memiliki kemampuan membayar biaya pengobatan.