KLIKAKTUAL.COM – Perjuangan panjang selama kurang lebih 30 tahun terkait status tanah dan bangunan tiga klenteng di Kota Cirebon akhirnya berbuah hasil. Pemerintah pusat secara resmi menyerahkan sertifikat tanah dan bangunan kepada Yayasan Buddha Metta Cirebon sebagai bentuk kepastian hukum.
Tiga klenteng yang kini telah memiliki legalitas kepemilikan tersebut yakni Vihara Dewi Welas Asih (Tiao Kak Sie), Klenteng Talang, dan Klenteng Pemancar Keselamatan (Boen San Tong).
Kepastian hukum itu disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), saat berkunjung ke Vihara Dewi Welas Asih, Selasa (16/12/2025).
“Pemerintah berkewajiban memberikan jaminan kepemilikan terhadap rumah ibadah. Tiga klenteng di Kota Cirebon ini kini telah memiliki kepastian hukum melalui sertifikat yang diserahkan kepada pihak yang berhak,” tegas AHY.
Menurutnya, kehadiran negara dalam menjamin legalitas tempat ibadah merupakan bagian dari komitmen menjaga rasa keadilan, persatuan, serta kebebasan beragama di Indonesia.
Dalam kunjungan tersebut, AHY didampingi Sekretaris Jenderal Partai Demokrat yang juga anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Cirebon–Indramayu, Herman Khaeron, serta sejumlah pengurus pusat partai. Turut hadir pula Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Ossy Dermawan, beserta jajaran.
AHY juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus menjaga kerukunan dan toleransi antarumat beragama.
“Mari kita jaga persatuan dan kesatuan. Rumah ibadah harus menjadi sumber energi positif dan tempat menebarkan kebaikan bagi sesama,” ujarnya.
Sementara itu, Herman Khaeron menyebut ketiga klenteng tersebut merupakan bangunan bersejarah yang memiliki nilai budaya tinggi dan menjadi bagian penting dari identitas Kota Cirebon.
“Ketiga klenteng ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga ikon sejarah yang harus dijaga bersama sebagai aset berharga,” katanya.
Anggota Dewan Pembina Yayasan Buddha Metta Kota Cirebon, Iwan Santoro, mengaku terharu dan tidak menyangka persoalan yang berlarut selama puluhan tahun akhirnya dapat diselesaikan dengan tuntas.
Senada, Sekretaris Yayasan Buddha Metta, Henry Susilo Pekasa, menjelaskan bahwa sengketa status tanah bermula dari hilangnya dokumen kepemilikan akibat ulah oknum, sehingga tanah dan bangunan klenteng sempat diblokir dan disengketakan dalam waktu lama.
“Sejak awal, ketiga klenteng berada di bawah kewenangan Yayasan Buddha Metta. Namun dokumen kepemilikan sempat dirampas oknum tertentu hingga menimbulkan sengketa puluhan tahun,” ungkap Henry.
Ia menambahkan, yayasan telah menempuh berbagai upaya dengan meminta bantuan sejumlah tokoh nasional hingga akhirnya persoalan tersebut dapat diselesaikan pada akhir 2025.
“Ini hasil perjuangan panjang hampir 30 tahun. Kami bersyukur dan berterima kasih karena akhirnya ada kepastian hukum,” pungkasnya.