Jakarta, Klikaktual.com - Keputusan Bupati Pati Sudewo untuk membatalkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250% langsung menjadi topik hangat di tengah masyarakat.
Langkah ini diambil setelah gelombang protes dan penolakan dari warga yang merasa keberatan dengan lonjakan pajak yang dinilai memberatkan.
Sebelumnya, kenaikan PBB-P2 tersebut dimaksudkan untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Pati. Kenaikan signifikan ini diproyeksikan mampu mendanai berbagai proyek infrastruktur dan perbaikan fasilitas publik. Namun, tingginya persentase kenaikan memicu keresahan, terutama bagi pemilik tanah dan rumah dengan nilai jual objek pajak (NJOP) yang cukup tinggi.
Baca Juga: Tayang di Bioskop Indonesia, Ini Sinopsis Film My Daughter is a Zombie
Bupati Sudewo akhirnya mengumumkan pembatalan kebijakan tersebut. Tarif PBB-P2 resmi dikembalikan ke angka seperti tahun 2024. Dalam pernyataannya, ia menegaskan pemerintah daerah tidak ingin kebijakan ini justru menambah beban ekonomi masyarakat di tengah situasi harga kebutuhan pokok yang masih fluktuatif.
Selain membatalkan kenaikan tarif, pemerintah Kabupaten Pati juga berjanji mengembalikan kelebihan pembayaran PBB kepada warga yang sudah telanjur membayar sesuai tarif baru. Proses pengembalian ini akan dilakukan melalui mekanisme yang diatur oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) bekerja sama dengan para kepala desa.
Kebijakan ini disambut positif oleh masyarakat. Banyak warga yang mengaku lega karena beban pajak mereka kembali normal. Sejumlah kelompok warga bahkan menyatakan terima kasih kepada Bupati karena mau mendengarkan aspirasi rakyat. Media sosial pun dipenuhi komentar yang memuji langkah cepat pemerintah daerah.
Baca Juga: Roy Jones Jr : Conor Benn Berpeluang Tumbangkan Chris Eubank di Laga Kedua
Namun, di balik kabar gembira ini, terdapat konsekuensi yang harus dihadapi. Penarikan kembali kenaikan PBB-P2 membuat proyeksi pendapatan daerah menurun drastis. Dampaknya, beberapa proyek pembangunan yang telah direncanakan dalam Perubahan APBD 2025 harus ditunda.
Proyek-proyek yang terancam mangkrak antara lain perbaikan jalan di sejumlah kecamatan, renovasi plafon RSUD RAA Soewondo, dan penataan Alun-Alun Pati. Pemerintah daerah menyatakan bahwa mereka akan melakukan evaluasi ulang terhadap prioritas pembangunan agar tetap bisa berjalan meski dengan anggaran yang berkurang.
Menurut Bupati Sudewo, keputusan ini memang sulit, tetapi ia menilai kepercayaan publik lebih penting. “Kami ingin kebijakan yang adil dan tidak membebani masyarakat. Jika pembangunan harus sedikit tertunda demi kesejahteraan warga, itu pilihan yang kami ambil,” ujarnya.
Pengamat kebijakan publik menilai langkah Bupati Pati ini merupakan contoh responsif terhadap tekanan publik. Namun, mereka juga mengingatkan agar pemerintah daerah menyiapkan strategi jangka panjang untuk meningkatkan PAD tanpa membebani warga secara langsung. Salah satu opsi yang diusulkan adalah optimalisasi pajak sektor bisnis dan retribusi daerah yang belum tergarap maksimal.
Ke depan, masyarakat Pati berharap agar setiap kebijakan besar yang berdampak pada kantong warga selalu dibicarakan terlebih dahulu dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat dan organisasi warga. Dengan begitu, kebijakan bisa diterima secara luas tanpa menimbulkan gejolak sosial. (Syamsi Wajkumar)