KLIKAKTUAL.COM - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, menilai Upah Minimum Kabupaten/Kota, kerap menjadi pemicu terjadinya migrasi tenaga kerja dan relokasi industri secara tidak produktif.
Ia mencontohkan ketimpangan UMK di kawasan industri yang berdekatan, seperti Purwakarta dan Karawang, atau Sumedang dan Bandung, yang selisihnya bisa mencapai Rp500 ribu hingga Rp1 juta.
Perbedaan tersebut, menurutnya, tidak mencerminkan kondisi realistis industri, melainkan hasil dari negosiasi yang kerap dipengaruhi dinamika politik lokal.
"Ini menyebabkan pabrik-pabrik berpindah lokasi hanya demi mencari daerah dengan UMK lebih rendah. Purwakarta lari ke Karawang, Karawang lari ke Indramayu, nanti ke Jawa Tengah. Ini harus dihentikan," ujarnya.
Hal itu ia sampaikan pada saat Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Bandung, dikutip dari Antara, pada hari Rabu, 6 Agustus 2025.
Atas dasar itu, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, mengusulkan agar, reformasi sistem pengupahan nasional dengan mengganti skema Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), menjadi upah sektoral berbasis industri, yang ditetapkan secara nasional.
Karena menurut Dedi Mulyadi, bahwa upah yang berbeda antar wilayah, juga kerap kali menimbulkan problem.
"Jika diberlakukan sistem upah nasional berdasarkan sektor, nantinya akan menciptakan keadilan dan stabilitas, baik bagi pelaku industri maupun tenaga kerja," tuturnya.
"Apabila ditetapkan sektoral dan terpusat, maka industri makanan dan minuman akan punya standar upah yang sama, baik di Sumatera, Jawa, maupun Kalimantan. Ini menciptakan kepastian bagi investor dan tenaga kerja," sambungnya.
Dedi juga menyampaikan, kebijakan tersebut juga akan mereduksi potensi politisasi dalam penetapan upah minimum daerah.
"Kadang momentum politik dimanfaatkan untuk menaikkan UMK demi popularitas. Itu tidak tepat. Sistem sektoral nasional akan menutup ruang-ruang seperti itu," ucapnya.*