Jakarta, Klikaktual.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini resmi mengumumkan kebijakan memblokir rekening yang tidak aktif (dormant) melakukan transaksi selama minimal tiga bulan. Kebijakan ini dimaksudkan sebagai tindakan preventif terhadap potensi penyalahgunaan rekening.
PPATK menemukan banyak rekening dormant yang digunakan untuk tindak pidana pencucian uang (TPPU), judi online, penipuan, hingga perdagangan narkoba. Oleh karena itu rekening pasif dianggap sebagai risiko tinggi.
Rekening dormant didefinisikan sebagai tabungan atau giro yang tidak ada transaksi debit/kredit, transfer, maupun akses rekening (ATM, mobile banking, teller). Periode non-aktif biasanya antara 3 sampai 12 bulan, tergantung kebijakan bank masing-masing.
Baca Juga: Misteri Kematian Arya Daru Pangayunan: Diplomat Muda yang Tewas di Kamar Kos
PPATK memblokir rekening dormant sebagai langkah administratif sementara. Kebijakan ini bukan pengambilan aset atau rampasan negara, melainkan untuk menjaga integritas sistem keuangan nasional.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyuarakan kekhawatiran masyarakat yang menyimpan uang untuk tujuan jangka panjang atau pendapatan musiman contohnya petani atau nelayan agar tidak kebingungan saat rekening diblokir otomatis.
Baca Juga: 3 Kriteria Pensiunan PNS Ini Gajinya Akan Langsung Diantar ke Rumah
PPATK menegaskan meskipun rekening diblokir sementara, dana nasabah tetap utuh dan tidak hilang. Pemblokiran tidak mengurangi hak nasabah atas simpanannya.
Nasabah yang terkena blokir bisa mengajukan keberatan melalui formulir resmi PPATK dan mengikuti proses verifikasi ulang (CDD/KYC) ke bank cabang: membawa KTP, buku tabungan, dan formulir keberatan.
Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, menyoroti agar PPATK tidak membuat kebijakan 'bikin gaduh' masyarakat. Blokir disarankan hanya diberlakukan pada rekening yang mencurigakan saja, bukan semua dormant.
Di satu sisi, blokir rekening dormant membantu mencegah pencucian uang, di sisi lain, kebijakan ini memunculkan kekhawatiran soal privasi nasabah dan potensi ketidaksengajaan membekukan rekening konsumen yang sah. (syamsi wajkumar)