Jakarta, Klikaktual.com - Cirebon bukan hanya dijuluki sebagai Kota Wali, tetapi juga bisa dikatakan sebagai kota yang menjunjung tinggi nilai toleransi.
Beragam agama, suku, budaya dan tradisi semua ada di Kota Cirebon. Baik itu Islam, Buddha, Hindu, Kristen, Katolik dan Konghucu.
Atau suku Jawa, Sunda, Madura, Padang, China, Arab, mereka semua berbaur menjadi satu tanpa ada sekat.
Dari masyarakat yang beragam itu, lahir budaya dan tadisi yang menarik.
Sebut saja seperti budaya tradisi perayaan Maulid Nabi di Keraton Kasepuhan dan Kanoman, seperti Grebeg Syawal atau perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Kemudian juga ada budaya tradisi Cap Go Meh, yang biasa diadakan tiap tahunnya saat acara puncak Tahun Baru Imlek, dan masih banyak lagi budaya tradisi yang mungkin tidak bisa disebutkan satu persatu di sini.
Baca Juga: Amalan-amalan Ini Bisa Dilakukan di Malam Nisfu Syaban, Apa Saja? Simak Selengkapnya!
Bahkan antara tempat ibadah, seperti masjid, Gereja dan Vihara sangatlah berdekatan. Meski begitu masyarakat tetap berbaur saling menghargai dan saling menyemangati untuk beribadah dengan keyakinan yang dianutnya masing-masing.
Kemudian dari segi bahasa dan logatnya pun Kota Cirebon memiliki khasnya tersendiri, sebab tidak termasuk dalam bahasa Sunda dan juga bukan bahasa Jawa, tetapi adalah Bahasa Cirebonan.
Dari sinilah Cirebon bukan hanya sebagai kota Wali, tetapi juga bisa dikatakan sebagai kota yang menjunjung tinggi rasa nilai toleransi antar umat beragama.
Maka dari itu, sebagai warga Kota Cirebon harus bisa menjaga dan terus melestarikan nilai-nilai toleransi yang telah diwariskan.
Bisa saja Cirebon ini menjadi kiblatnya toleransi diseluruh daerah-daerah yang ada di Jawa Barat, atau bahkan nasional, apabila antara pejabat dan rakyat saling bahu membahu, untuk menjaga warisan-warisan nilai toleransi yang sudah diterapkan oleh para pendahulunya, maka bersiap-siaplah Cirebon akan menjadi kiblatnya toleransi di Provinsi Jawa Barat atau nasional.***