CIREBON, KLIKAKTUAL.COM - Mayoritas penduduk Negara Indonesia adalah beragama Islam, kebanyakan juga ber-aqidah Ahlussunah Wal Jama'ah atau NU.
Pembacaan maulid nabi Muhammad SAW, merupakan kebiasaan yang berlaku di kalangan umat Islam, terutama di kalangan Ahlussunah Wal Jama'ah atau NU.
Apalagi di momen-momen bulan maulid, pembacaan maulid Nabi sudah menjadi kebiasaan yang di lakukannya.
Baca Juga: Spoiler Jujutsu Kaisen Season 2 Episode 7, Kokichi Berkhianat
Pada saat pembacaan maulid Nabi Muhammad SAW, seperti ad-Diba'i, al-Barzanji, Simtud Duror, atau sejenisnya, mereka pasti akan berdiri pada saat-saat tertentu.
Biasanya masyarakat Indonesia, menyebutnya dengan istilah Mahallul Qiyyam, melihat fenomena tersebut, Sayyid Abu Bakar Muhammad Syato ad-Dimyati menjelaskan dalam kitab Ianah at-Thalibin yang artinya.
"Faidah : telah menjadi kebiasaan ketika orang-orang mendengar kelahiran Nabi Muhammad, mereka berdiri sebagai bentuk penghormatan kepada beliau, berdiri semacam ini di anggap baik karena di dalamnya mengandung pengagungan terhadap Nabi. Hal tersebut telah di kerjakan oleh mayoritas ulama yang patut untuk di ikuti."
Baca Juga: 5 Rekomendasi Drama Korea Terbaru September 2023 Lengkap Jadwal Tayang, Ada Song Joong Ki
Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki Al Hasani juga menegaskan yang artinya.
"Ketahuilah, sesungguhnya berdiri pada saat perayaan maulid Nabi bukan perkaya wajib, bukan pula perkara sunah, dan keyakinan akan hukum itu tidak benar, akan tetapi berdiri itu merupakan ungkapan dari kebahagian umat manusia."
Sehingga, ketika di sebut Rasulullah telah lahir ke Dunia, para pendengarnya menggambarkan bahwa seluruh Dunia pada saat itu bergetar bahagia dengan nikmat tersebut.
Oleh kerena itu, persoalan berdiri itu murni sebuah kebiasaan dan tidak masuk dalam ranah agama, berdiri itu bukan termasuk ibadah, bukan syariat dan bukan sunah, akan tetapi hanya sebuah kebiasaan yang sudah mengakar kuat di tengah-tengah masyarakat.***