Baca Juga: Viral di TikTok, Ini Link Nonton The Love You Give Me Full Episode Sub Indo
Kemudian, Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, yang dikenal sebagai "Tiga Serangkai", mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.
Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913 karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme dan kesatuan rakyat untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.
Semangatnya tidak berhenti sampai sini. Pada bulan November 1913, Ki Hajar Dewantara membentuk Komite Bumipoetra yang bertujuan untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda.
Baca Juga: 3 Tempat Wisata Alam di Kudus dengan Pemandangan Indah dan Keunikan Tersendiri
Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk RM Suwardi Suryaningrat.
Ia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun tulisan RM Suwardi Suryaningrat yang paling terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan Douwes Dekker pada tanggal 13 Juli 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda.
Isi kutipan tulisan tersebut yaitu:
Baca Juga: Link Nonton Doctor Cha Episode 6 Sub Indo HD Malam Ini di Netflix
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".
Akibat tulisan itu, RM Suwardi Suryaningrat ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Denburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka.
Namun demikian kedua rekannya, Douwes Dekker (dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913).
Baca Juga: Halal Bihalal, MI Sunan Ampel 2 Trosobo Beri Apresiasi pada Siswa Berprestasi Selama Ramadan
RM Suwardi Suryaningrat kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya.
Di tanah air beliau semakin mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.