Ringkasnya, tahap 2 adalah jungkat-jungkit emosional, yang terutama dicirikan oleh konflik psikologis.
Tugas emosional individu selama salah satu tahap perceraian seperti itu, adalah untuk mencapai definisi realistis.
Tentang apa yang diwakili oleh pernikahan mereka, apa peran mereka dalam pemeliharaannya, dan apa tanggung jawab mereka atas kegagalannya.
Ini adalah salah satu tahap perceraian yang paling menantang tetapi pada akhirnya membuahkan hasil.
Bahayanya adalah orang yang bercerai di Tahap 2, mungkin berpikir bahwa yang terburuk sudah berakhir hanya untuk menjadi depresi lagi.
Sayangnya, jungkat-jungkit emosional dari tahap ini membuatnya semakin sulit untuk bekerja, membuat keputusan, dan terkadang menjadi orang tua yang efektif.
Tahap 3- Awal transformasi identitas
Ambivalensi Tahap 3 mungkin melibatkan perubahan identitas seseorang. Dalam banyak hal, ini adalah aspek yang paling membuat stres secara psikologis dari proses perceraian.
Menikah adalah sumber utama identitas diri. Dua individu menjalin hubungan dengan dua identitas terpisah. Kemudian bersama-sama membangun identitas pasangan.
Tentang siapa mereka dan di mana serta bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan dunia.
Ketika hubungan berakhir, mereka mungkin merasa bingung dan takut. Seolah-olah mereka tidak lagi memiliki naskah yang memberi tahu mereka bagaimana harus bersikap.
Pada saat ini orang yang bercerai menghadapi perubahan besar dalam persepsi diri. Seringkali selama periode ini, mereka mungkin mencoba identitas yang berbeda, berusaha menemukan identitas yang nyaman.
Terkadang selama periode ini, orang dewasa melewati masa remaja kedua. Mirip dengan masa remaja pertama mereka.
Orang mungkin menjadi sangat khawatir tentang penampilan mereka, bagaimana suara mereka. Mereka mungkin membeli baju baru atau mobil baru.
Banyak pergumulan yang dialami orang dewasa saat remaja mungkin muncul kembali. Mungkin mendapati dirinya mencoba memutuskan bagaimana menangani rayuan seksual.
