JAKARTA, KLIKAKTUAL.COM - Salah satu isu yang panas yang kembali diangkat adalah proses penunjukkan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.
Mantan Presiden FIFA, yang penuh dengan kontroversi, Sepp Blatter, mengaku menyesal telah mengizinkan dan memenangkan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia kali ini satu dekade lalu.
Keputusan Blatter dengan menunjuk Qatar sebagai tuan rumah adalah salah satu dari banyak keputusan yang dibuat Blatter di FIFA dan menuai kritik massal.
Baca Juga: Serba-serbi Keunikan Piala Dunia 2022 di Qatar: Salah Satunya Menjadi Piala Dunia Termahal!
Selain Qatar, penunjukkan Rusia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018 juga sama, banyak menuai kritikan.
Bahkan indikasi yang muncul pada saat itu adalah, adanya uang penyuapan yang mengarah kepada Blatter yang dua puluh tahun memimpin FIFA.
"Pilihan Qatar adalah sebuah kesalahan dan saya bertanggung jawab karena saya adalah presiden FIFA saat itu," kata Blatter kepada media Swiss Tages-Anzeiger seperti dilansir dari laman marca.com.
Baca Juga: Qatar vs Ekuador di Grup A Piala Dunia : Prediksi, Head to Head hingga Kekuatan Tim
Dalam penunjukkan Qatar sebagai tuan rumah, Blatter tidak pernah menganggap masalah tentang isu adanya pelanggaran hak asasi manusia yang dialami banyak pekerja migran asal Asia.
Blatter mengatakan, keputusannya memilih Qatar sebagai tuan rumah piala dunia karena ada tekanan politik rahasia pada saat dirinya masih duduk sebagai Presiden FIFA.
Blatter mengatakan piala dunia 2022 diserahkan ke negara Teluk itu karena tindakan mantan presiden UEFA, Michel Platini, di bawah tekanan dari presiden Prancis saat itu, Nicolas Sarkozy.
Baca Juga: Jadi Laga Pembuka Piala Dunia, Ini Prediksi dan Head To Head Qatar vs Ekuador
“Pada saat itu, kami sebenarnya sepakat di komite eksekutif bahwa Rusia harus mendapatkan Piala Dunia 2018 dan Amerika Serikat pada 2022. Akan menjadi isyarat perdamaian jika dua lawan politik lama menjadi tuan rumah Piala Dunia satu demi satu," kata Blatter.
Ditanya mengapa Qatar adalah pilihan yang buruk, Blatter tidak menyebutkan masalah hak asasi manusia yang menggantung di turnamen, tetapi mengatakan: “Ini negara yang terlalu kecil. Sepak bola dan Piala Dunia terlalu besar untuk itu."