BANDUNG BARAT, Klikaktual.com - Warga Kampung Citatah, RT 2 RW 22, Desa Jayamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat mengeluhkan kondisi beras bansos yang diterimanya. Beras tersebut tidak layak konsumsi karena bau apek. Ketika dimasak, beras pun tidak bisa dimakan.
Sebagaimana diberitakan di Pikiran-Rakyat.com dalam artikel yang berjudul 'Kualitas Beras Bansos 10 Kg Dikeluhkan Warga Kampung Citatah' Salah seorang warga, Nur (30) menyebutkan jika tidak diketahui sumber bantuan itu. Yang jelas, pekan lalu, warga diminta untuk mengambil bantuan beras dari pengurus RW. Bantuan itu didapat warga setelah menyerahkan KTP dan kartu keluarga.
"Enggak tahu bantuan dari mana, saya hanya diminta untuk ikut mengumpulkan KTP dan kartu keluarga ke RW. Beras ini sudah satu minggu diterima, tapi baru sekali saya masak karena bau. Saya kan punya anak kecil, masa mau dikasih makan yang bau gitu," katanya, Rabu, 11 Agustus 2021.
Baca Juga: Pamer Foto Background Biru, Rizky Billar dan Lesti Kejora Banjir Doa
Pada bantuan beras itu terdapat logo Beraskita. Namun karena kualitasnya buruk, beras itu akhirnya tidak dikonsumsi warga dan hanya berujung menjadi pakan ayam.
"Banyak di RW saya yang dapat beras bau kayak saya, yang dapat beras bagus paling hanya beberapa orang. Berasnya itu enggak layak dimakan. Itu ada yang dijemur, ada yang buat makan ayam, karena habis dimasak itu nasinya enggak enak," katanya.
Sementara itu, Pimpinan Perum Bulog Cabang Bandung, Yuliani Alzam mengaku sudah menginstruksian kepala gudang untuk mengecek beras yang tidak layak itu. Dia menegaskan jika beras yang berada di Bulog dalam kondisi baik dan bagus. Kualitasnya juga masih terjaga saat dibagikan.
Baca Juga: Covid-19 Indonesia Per 11 Agustus, Angka Positif Baru Menurun
Untuk beras yang disalurkan ke Desa Jayamekar, beras disalurkan pada 131.550 keluarga penerima manfaat. Beras yang dibagikan merupakan produksi tahun 2021. Sehingga tidak mungkin jika beras yang dibagikan dalam kondisi tidak layak pakan.
"Jadi kalau beras di KPM berbau dan berair, itu mungkin karena penyimpanannya setelah didistribusikan ke warga. Soalnya, setelah sampai ke KPM, kami tidak tahu bagaimana penanganan dan perawatannya, karena itu sudah di luar monitoring kami," tuturnya. (Hendro Susilo Husodo/Pikiran Rakyat)