pendidikan

[OPINI] Di Balik Angka dan Fakta: Kurikulum Menentukan Masa Depan Generasi Indonesia

Kamis, 4 Desember 2025 | 21:46 WIB
Heras Widioko

Biggs dan Tang (2011) menyebut ini sebagai inti dari pembelajaran bermakna. Kurikulum Merdeka sebenarnya sangat kompatibel dengan pendekatan ini. Namun integrasi keduanya masih menghadapi hambatan besar: kesiapan guru, sarana sekolah, dan budaya belajar yang belum sepenuhnya berubah.

Fakta Lapangan: Tiga Tembok Besar Pendidikan Kita

Dalam perjalanan implementasi kurikulum nasional, terdapat tiga tantangan besar yang selama ini menjadi penghambat utama perubahan di sekolah.

Pertama, infrastruktur digital yang masih sangat timpang. Data Kemendikbud 2024 menunjukkan bahwa hanya 11,39% SD yang memiliki laboratorium komputer, sementara 44% sekolah belum memiliki fasilitas TIK yang memadai.

Jangankan berbicara tentang integrasi kecerdasan buatan dalam pembelajaran banyak sekolah bahkan masih berjuang mendapatkan akses internet yang stabil. Dalam kondisi seperti ini, upaya membangun literasi digital tentu berjalan pincang karena fondasi teknologinya belum kuat.

Tantangan kedua berkaitan dengan kompetensi guru yang tidak merata. Guru merupakan motor utama keberhasilan kurikulum, tetapi Survei Kompetensi Guru 2020-2023 mencatat bahwa 42% guru belum menguasai TIK secara memadai.

Pemerintah memang telah memberikan pelatihan kepada 1,7 juta guru, namun jumlah tersebut masih belum sebanding dengan kebutuhan pembelajaran abad ke-21 yang menuntut kreativitas, kemampuan adaptif, serta pemanfaatan teknologi secara lebih mendalam.

Tantangan ketiga muncul dari budaya sekolah yang masih cenderung kaku. Di banyak sekolah, perubahan kurikulum sering dipandang sebagai beban administratif semata.

Budaya belajar yang enggan mencoba hal baru, takut salah, dan terlalu nyaman dengan pola lama membuat inovasi sulit tumbuh. Padahal, seperti ditegaskan Michael Fullan, keberhasilan kurikulum bergantung pada budaya organisasi yang hidup dan kolaboratif bukan sekadar pada isi dokumennya.

Membayangkan Kurikulum Masa Depan Indonesia

Jika Indonesia ingin mengejar ketertinggalan, maka arah kurikulum ke depan harus lebih berani dan visioner. Dalam menghadapi percepatan perubahan global, setidaknya terdapat empat fokus utama yang perlu segera diperkuat dalam pendidikan Indonesia.

Pertama, integrasi kecerdasan buatan dan literasi digital harus menjadi fondasi baru pembelajaran. Dengan target ekonomi digital Indonesia mencapai USD 350 miliar pada 2030, kurikulum perlu memasukkan kemampuan dasar seperti coding, data science, hingga etika penggunaan AI sebagai kompetensi wajib bagi
generasi muda.

Kedua, penguatan soft skills tidak bisa lagi ditunda. Di tengah otomatisasi yang terus meluas, kreativitas, empati, kemampuan komunikasi, dan kolaborasi akan menjadi modal manusia yang paling menentukan ketika banyak pekerjaan digantikan oleh mesin

Ketiga, sekolah perlu menyediakan ruang yang lebih luas bagi tumbuhnya kreativitas. Proses belajar tidak boleh hanya berfokus pada penyelesaian materi, melainkan harus menghadirkan pengalaman eksploratif melalui proyek, riset kecil, hingga maker culture yang memungkinkan siswa mencipta dan bereksperimen.

Keempat, pentingnya keterhubungan nyata dengan dunia industri semakin mendesak untuk dijawab. Dengan 38% industri menilai lulusan belum sesuai kebutuhan, sekolah harus membangun kemitraan yang lebih kuat melalui proyek bersama, program magang, dan pembelajaran kontekstual berbasis dunia nyata.

Halaman:

Tags

Terkini