Jakarta, Klikaktual.com – Film A Normal Woman belakangan ini menjadi topik perbincangan hangat di kalangan pecinta film, kritikus, serta pengamat isu sosial.
A Normal Woman ini dibintangi oleh sejumlah aktor ternama Indonesia, yaitu Marissa Anita, Dion Wiyoko, dan Gisella Anastasia.
Keberanian film ini dalam mengangkat tema identitas perempuan, tekanan budaya, serta perjuangan mempertahankan martabat dan kebebasan diri menjadikannya salah satu karya yang dinilai paling relevan dan menyentuh di tahun ini.
Baca Juga: Bersama PGI Gelar Kompetisi Lintas Iman, Kemenpora : Olahraga Tanamkan Nilai Toleransi
Film A Normal Woman dijadwalkan tayang pada 24 Juli 2025 melalui platform Netflix. Mengusung genre drama psikologis dengan sentuhan thriller eksistensial, film ini berdurasi kurang lebih 110 menit dan mendapat klasifikasi usia 17+.
Kisahnya berfokus pada kehidupan seorang perempuan bernama Milla, yang pada pandangan pertama tampak memiliki kehidupan sempurna. Namun, di balik kesempurnaan itu, Milla menyimpan pergulatan batin yang mendalam.
Ia mulai merasakan adanya sesuatu yang salah dalam dirinya, ditandai dengan gangguan fisik dan mental yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Seiring berjalannya waktu, rasa sakit tersebut tidak hanya melumpuhkan tubuhnya, tetapi juga menjadi manifestasi dari tekanan sosial yang selama ini ia pendam dalam diam.
Baca Juga: El Classico ASEAN, Indonesia Vs Thailand di Semifinal ASEAN Cup U-23
Disutradarai oleh Lucky Kuswandi, film ini tidak sekadar menyajikan drama personal, melainkan juga refleksi sosial yang menggugah pikiran.
A Normal Woman menyoroti problematika perempuan dalam masyarakat konservatif yang sarat dengan ekspektasi dan tuntutan. Ceritanya berpusat pada upaya seorang perempuan untuk keluar dari bayang-bayang nilai tradisional, serta perjuangannya menentukan jalan hidup sendiri, termasuk dalam hal cinta, kebebasan berpikir, dan kendali atas tubuhnya.
Isu-isu yang diangkat sangat dekat dengan realitas kehidupan banyak perempuan, menjadikan film ini terasa relevan, menyentuh, dan mengundang empati.
Selain narasi yang emosional, film ini juga didukung oleh kekuatan visual yang mampu menambah kedalaman cerita. Sinematografi yang apik berpadu dengan penggambaran karakter utama yang sangat manusiawi: rapuh namun tetap memiliki harapan.
Melalui karakter Milla, penonton diajak menyelami dilema perempuan modern yang terjepit antara nilai-nilai tradisional dan keinginan untuk merdeka sebagai individu. Dengan demikian, A Normal Woman bukan hanya sebuah karya hiburan, tetapi juga medium refleksi yang mampu membuka ruang diskusi mengenai kebebasan, identitas, dan eksistensi perempuan di era kontemporer. (Muthia Oktavianie Bachrie)